Jakarta Menyalip Tokyo Jadi Kota Terpadat Dunia, Apa Dampaknya Bagi Warga?

⁠Adimas Herviana . December 02, 2025

Foto: RRI

Teknologi.id - Laporan terbaru World Urbanization Prospects 2025 yang dirilis Divisi Populasi Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN DESA) menetapkan Jakarta sebagai kota atau kawasan aglomerasi terpadat di dunia. Dengan jumlah penduduk hampir 41,9 juta jiwa, Jakarta melampaui Dhaka, Bangladesh ( 36,6 Juta jiwa) dan Tokyo, Jepang (33,4 juta jiwa).

Menariknya, sembilan dari sepuluh kota terpadat dunia pada 2025 berada di Asia. Satu-satunya pengecualian adalah Kairo, Mesir. Hal ini menegaskan bahwa Asia menjadi pusat pertumbuhan urbanisasi global, dengan megakota yang terus berkembang pesat.

Perubahan Definisi Perkotaan

UN DESA menggunakan metodologi baru dalam laporan ini. Definisi kota tidak lagi bergantung pada pemahaman tiap negara, melainkan pada kawasan aglomerasi yang saling terhubung. Dalam khususnya wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dihitung sebagai satu kesatuan.

Dengan pendekatan ini, jumlah penduduk Jakarta dapat dihitung dengan adana lonjakan dari sekitar 12 juta jiwa (data resmi PemProv DKI Jakarta) menjadi hampir 42 Juta Jiwa. Perubahan definisi ini menggambarkan gambaran lebih realistis tentang skala urbanisasi dan tantangan tata kelola perkotaan.

Baca Juga: Jakarta dan Bekasi jadi Kota Internet Tercepat

Pergeseran Urbanisasi Global

Sumber: World Population Review

Urbanisasi global menunjukkan proyeksi pertumbuhan populasi di berbagai negara hingga tahun 2050 dengan satuan juta penduduk. India menempati posisi teratas dengan proyeksi populasi mendekati 1,7 miliar jiwa, menjadikannya negara dengan pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia, di bawahnya Nigeria dan Pakistan menyusul dengan angka yang juga signifikan, menunjukkan lonjakan demografi yang pesat di kawasan Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara

Apa Jakarta bisa disebut Megakota?

Status Jakarta sebagai kota terpadat di dunia membawa konsekuensi besar. Kepadatan penduduk ekstrim menimbulkan berbagai ekses sosial dan lingkungan. Polusi udara pencemaran air tanah, amblesan tanah, kemacetan, kriminalitas, hingga harga tanah yang tidak terkendali akibat gentrifikasi menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh warga kota. Mega kota menjadi dua mata uang yang berbeda, selain menjadi pusat konsentrasi pertumbuhan ekonomi dan kesempatan, tetapi juga menjadi konsentrasi masalah. Di satu sisi menjadi magnet peluang bagi para pencari pekerjaan dan peluang, di sisi lain, menimbulkan tekanan sosial dan ekologis yang semakin besar.

Dwiyanti Kusumaningrum, peneliti dari BRIN, menjelaskan bahwa koa besar buka hanya pusat kesempatan, tetapi juga konsentrasi masalah. Menurutnya, pembangunan kora selama ini terlalu dikuasai oleh pasar dan sektor privat, sementara kebijakan perkotaan nasional masih lemah, serta diperlukannya undang-undang khusus yang mengatur tata kelola perkotaan di indonesia.

Pentingnya Tata Kelola Perkotaan

Tata kelola perkotaan menjadi kunci agar Jakarta dapat bertahan sebagai megakota yang layak huni. Tanpa Kebijakan yang kuat, kota akan terus dikuasai oleh kepentingan pasar, sementara masyarakat menanggung dampak negatifnya. Pemerintah perlu mengambil peran lebih besar dalam mengatur tata guna lahan, mobilitas, perumahan, serta layanan dasar.

Selain itu, kerja sama antar wilayah metropolitan seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi sangat penting. Mobilitas komuter yang tinggi menuntut layanan transportasi publik,perencanaan ruang kota yang tertata, serta pengendalian ekspansi urban agar tidak merusak ekosistem pedesaan dan sekitarnya.

Urbanisasi Global dan Posisi Jakarta 

Tren Urbanisasi global menjadi salah satu kenapa Jakarta menjadi megakota. Asian kini menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi dunia antar kota-kota besar. Dhaka, Shanghai, dan New Delhi. diperkirakan akan terus bertumbuh pesat, sementara Tokyo dan Seoul akan mengalami penurunan populasi.

Dalam Proyek 2050, Jakarta akan berada di posisi kedua dengan 51,8 juta jiwa, hanya sedikit di bawah Dhaka yang mencapai 52,1 juta jiwa. Posisi ini menegaskan bahwa Jakarta kana tetap menjadi salah satu mega kota terbesar di dunia, dengan tantangan yang ada didalamnya.

Baca Juga: Qris untuk pembayaran Transum

Masa Depan Jakarta

Masa dengan Jakarta sebagai megakota bergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat mengelola tantangan yang ada. tanpa perencanaan yang matang, kita bisa terjebak dalam krisi berkelanjutan seperti, banjir, populasi, ketimpangan sosial, hingga penurunan kualitas hidup. Namun, jika tata kelola perkotaan diperkuat dengan regulasi yang jelas, investasi berkelanjutan, serta partisipasi masyarakat, Jakarta berpeluang menjadi contoh megakota yang tangguh. Status megakota bukan hanya label statistik, melainkan kesadaran untuk membangun kota yang lebih sehat, serta berkelanjutan bagi generasi mendatang. 


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)

Share :