Jepang Bisa Kirim Peringatan Dini 3-5 Detik sebelum Gempa, Indonesia Kapan Nyusul?

Mohammad Owen . May 29, 2025

gempa jepang

Sumber: Medium

Teknologi.id - Bayangin deh, kamu lagi duduk santai di rumah, tiba-tiba ponsel bunyi. Bukan notif diskon atau pesan dari gebetan, tapi peringatan dini: “Gempa akan terjadi dalam 5 detik!” Kedengeran kayak adegan film? Tapi itu kenyataan di Jepang, lho.

Baca juga: QRIS Bisa Digunakan di Jepang dan China Mulai 17 Agustus 2025

Negeri Sakura ini udah melangkah jauh dalam urusan mitigasi bencana. Lewat sistem bernama J-Alert, pemerintah Jepang bisa kasih tahu masyarakat soal gempa beberapa detik sebelum guncangan terasa. Nggak pakai lama, cuma 3–5 detik! Kok bisa secepat itu? Jawabannya satu: Artificial Intelligence (AI).

AI: Juru Selamat Detik Terakhir

Sistem J-Alert bukan sekadar alarm biasa. Ini sistem pintar yang pakai AI buat menganalisis getaran awal (gelombang P) dari gempa sebelum gelombang yang lebih merusak (gelombang S) datang. Jadi, dalam hitungan detik, sistem ini langsung mengirim peringatan ke masyarakat, baik lewat TV, radio, ponsel, bahkan papan informasi di jalanan.

Menurut Muhamad Hidayat, Kepala Pusat Studi Krisis dan Ketahanan LSPR, sistem seperti J-Alert jadi salah satu kunci kenapa Jepang bisa sangat tangguh menghadapi bencana. Hal itu dia ungkapkan dalam konferensi pers Membangun Budaya Tangguh Bencana di Tangerang Selatan, 23 Mei 2025 lalu.

“Begitu masyarakat menerima peringatan, mereka langsung tahu harus bagaimana. Sudah teredukasi, sudah terlatih. Nggak panik, nggak bingung. Langsung lindungi diri,” jelas Hidayat.

Sekilas Tapi Menyelamatkan

Mungkin kamu mikir, “Lah, 5 detik doang, emang ngaruh?” Justru itu poinnya. Dalam kondisi darurat, 5 detik bisa jadi pembeda antara hidup dan mati. Bayangin bisa berhentiin lift, keluar dari gedung, atau setidaknya berlindung di tempat aman sebelum getaran kuat datang.

Efektivitas ini nggak cuma karena sistemnya canggih, tapi juga karena masyarakatnya disiplin dan infrastrukturnya memang dirancang tahan gempa. Jepang punya regulasi ketat soal bangunan, dan warga negaranya sudah biasa ikut pelatihan mitigasi sejak kecil. 

Indonesia Belajar, Tapi Masih Merangkak

Di Indonesia, langkah-langkah ke arah itu sebenarnya sudah dimulai. BMKG lagi ngebut mengembangkan sistem serupa bernama Sispro Merah Putih, yang juga pakai teknologi AI buat mempercepat deteksi dan penyebaran informasi gempa serta tsunami. Dalam keterangan pers 16 April 2025, BMKG bilang sebagian besar fitur utama Sispro sudah nyaris rampung 100 persen.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan kalau sistem baru ini bahkan mempertimbangkan kedalaman gempa sebagai bagian dari pemodelan tsunami, suatu hal yang sebelumnya belum terakomodasi secara utuh. Selain itu, BMKG juga sedang menyiapkan super komputer buat mendukung Sispro tahap kedua. Tapi ya, seperti kata Dwikorita, proyek ini bukan instan. Butuh waktu, tenaga, dan tentunya komitmen jangka panjang.

Masalahnya Bukan Cuma Teknologi

Sayangnya, menurut Hidayat, meskipun teknologinya makin maju, Indonesia masih tertinggal dari Jepang. “Kita masih kurang kalau dibandingkan negara-negara maju,” ujarnya. Salah satu tantangan terbesar justru bukan teknologinya, tapi soal edukasi masyarakat dan kesiapan infrastruktur.

Padahal, Indonesia nggak kalah “heboh” dari Jepang soal bencana. Kita sama-sama berada di Cincin Api Pasifik, alias Ring of Fire, wilayah yang rawan gempa dan letusan gunung berapi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dari 75 ribu desa di Indonesia, sekitar 52 ribu tergolong rawan bencana. Bahkan 75 persen sekolah juga berdiri di area berisiko tinggi.

Nggak heran kalau Hidayat bilang Indonesia ini kayak “laboratorium bencana.” Mulai dari banjir, longsor, gempa, erupsi gunung berapi, semua lengkap. Karena itu, penting banget untuk bangun budaya yang tahan banting alias budaya tangguh bencana.

Baca juga: Dafit Ody, Mahasiswa PENS Asal Kediri yang Kembangkan Robot Vacuum Cleaner di Jepang

PR Besar: Infrastruktur dan Sosialisasi

AI boleh canggih, sistem boleh mutakhir, tapi tanpa edukasi yang merata dan infrastruktur yang siap, semua itu bisa sia-sia. Jepang sukses bukan cuma karena teknologinya, tapi karena rakyatnya tahu harus ngapain. Disiplin dan terlatih.

Indonesia butuh langkah serius buat nyusul. Bukan cuma soal beli alat mahal atau bangun pusat data keren, tapi juga soal mendidik masyarakat dari dini: dari sekolah, komunitas, sampai ke level rumah tangga. Kalau budaya tangguh bencana sudah jadi kebiasaan sehari-hari, bukan nggak mungkin Indonesia bisa menyusul Jepang atau bahkan bikin sistem yang lebih baik lagi.

Kalau Jepang bisa ngasih peringatan dalam 5 detik, kenapa Indonesia nggak bisa? Jawabannya bukan cuma di tangan pemerintah, tapi di tangan kita semua.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(mo)

Share :