Apple Gandeng Alibaba, Amerika Panas Dingin: Ancaman Data atau Strategi Pasar?

Mohammad Owen . May 29, 2025

Sumber: Splash

Apple, perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat, kembali bikin heboh. Bukan karena peluncuran iPhone terbaru atau fitur revolusioner, tapi karena manuver bisnisnya yang bikin pemerintah AS resah. Kok bisa? Semua bermula dari kerja sama Apple dengan Alibaba, perusahaan teknologi asal China, untuk mengembangkan kecerdasan buatan (AI) di iPhone khusus pasar China.

Baca juga: Alibaba Luncurkan Qwen3, Model AI Baru yang Bisa Bahasa Jawa, Minangkabau, dan Sunda

Kerja sama ini bukan sembarangan. Apple kabarnya akan memanfaatkan teknologi AI milik Alibaba untuk melengkapi fitur-fitur pintar di perangkatnya. Tapi alih-alih dapat pujian, Apple justru "dipelototi" oleh pemerintah AS, terutama dari kalangan Kongres dan Gedung Putih.

Masalahnya Bukan Cuma AI, tapi... Data!

Yang bikin panas kuping pejabat Washington adalah soal data. Mereka khawatir kerja sama ini membuka celah bagi pemerintah China untuk mengakses data pengguna Apple. Menurut laporan New York Times, sejumlah pejabat AS bahkan sudah menginterogasi petinggi Apple, menanyakan jenis data apa yang akan dibagikan dengan Alibaba, hingga apakah ada kesepakatan terselubung antara Apple dan pemerintah China.

Sayangnya, Apple kabarnya tidak bisa menjawab semua pertanyaan tersebut. Ini makin memperkeruh suasana. Anggota DPR AS, Raja Krishnamoorthi, bahkan menyebut kemitraan ini “sangat mengganggu” karena kurang transparan. Ia mempertanyakan alasan Apple memilih Alibaba, perusahaan yang disebut-sebut punya hubungan erat dengan pemerintah China.

Apple Bungkam, Alibaba Bicara

Lucunya, hingga kini Apple belum memberikan pernyataan resmi terkait proyek AI bareng Alibaba. Justru dari pihak Alibaba-lah informasi ini muncul ke permukaan. Chairman Alibaba, Joe Tsai, dalam sebuah konferensi di Dubai Februari lalu, menyebut bahwa mereka adalah salah satu perusahaan yang diajak Apple untuk mengembangkan AI di iPhone.

Tentu saja pernyataan ini membuat pemerintah AS makin meradang. AS tengah gencar memperketat pengawasan terhadap perusahaan teknologi yang menjalin kerja sama dengan entitas dari China. Apalagi di tengah tensi geopolitik dan perang dagang yang belum sepenuhnya reda.

Kenapa Apple Harus Gandeng Alibaba?

Di balik manuver kontroversial ini, Apple sebenarnya sedang berjuang keras mempertahankan pasarnya di China. Pasar yang dulunya jadi ladang emas, kini perlahan berubah jadi tantangan berat. Bayangkan saja, dari yang dulunya memimpin pasar smartphone di China dengan pangsa 17,3 persen pada 2023, Apple kini merosot ke posisi kelima dengan market share hanya 13 persen di kuartal pertama 2025.

Sementara itu, produsen lokal seperti Xiaomi, Huawei, Oppo, dan Vivo terus unjuk gigi dan menguasai pasar. Xiaomi bahkan jadi raja dengan market share 19 persen, disusul Huawei 18 persen. Penjualan iPhone di China terus turun, bahkan sempat anjlok lebih dari 11 persen di awal 2025.

Masalahnya bukan cuma karena persaingan produk, tapi juga sentimen politik. Di tengah perang dagang AS-China, produk Amerika seperti iPhone dianggap "kurang nasionalis" oleh sebagian konsumen lokal. Bahkan, menurut laporan 9to5Mac, ada anggapan bahwa memakai iPhone bisa dianggap memalukan.

Apple Intelligence: Solusi yang Masih Gagal Menarik

Apple sebenarnya mencoba bangkit lewat peluncuran Apple Intelligence, fitur AI canggih di iPhone 16 Series. Fitur ini diharapkan bisa menarik pengguna lama untuk upgrade. Sayangnya, hasilnya belum memuaskan.

Analis ternama Ming-Chi Kuo menyebut bahwa Apple Intelligence belum mampu menciptakan “wow effect”. Berdasarkan survei dari Sell Cell, 73 persen pengguna Apple Intelligence merasa kecewa. Mereka menganggap fitur ini hanya memberi sedikit nilai tambah dan tidak layak jadi alasan upgrade.

Padahal, Apple sudah membenamkan Apple Intelligence di semua lini iPhone 16, dari model standar hingga Pro Max. Ini berbeda dari iPhone 15, di mana fitur AI hanya tersedia di model Pro. Namun, promosi Apple Intelligence masih kalah greget dibanding pesaing seperti Galaxy AI dari Samsung.

Baca juga: Alibaba Luncurkan AI QwQ-32B, Saingan Baru OpenAI dan DeepSeek

PR Besar Buat Apple

Kini Apple berada di posisi serba salah. Di satu sisi, mereka ingin tetap relevan dan kompetitif di China, pasar smartphone terbesar kedua setelah AS. Tapi di sisi lain, manuver mereka justru memicu kekhawatiran dari pemerintah AS yang was-was soal keamanan data dan dominasi teknologi China.

Jika Apple terlalu condong ke China, mereka bisa dituduh mengorbankan keamanan pengguna demi keuntungan pasar. Tapi kalau mereka pasif, pasar China yang menggiurkan itu bisa lepas dari genggaman.

Dilema ini memperlihatkan bagaimana perusahaan teknologi global harus menavigasi geopolitik yang rumit sambil tetap berinovasi dan menjaga loyalitas konsumen. Apple boleh jadi raksasa teknologi, tapi bahkan mereka pun tak kebal dari tekanan politik dan ekspektasi publik yang kian kompleks.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(mo)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar