Teknlogi.id - Pasar iPhone di Amerika Serikat terancam mengalami gejolak, menyusul kebijakan tarif resiprokal yang kembali digaungkan Presiden Donald Trump. Beberapa negara mitra dagang utama AS seperti China, India, Vietnam, dan Thailand—yang selama ini menjadi pusat produksi iPhone dan Mac—terkena dampaknya secara langsung.
Dengan diberlakukannya tarif tersebut, biaya impor iPhone dari China bisa melonjak, dan harga jualnya di pasar AS kemungkinan ikut terkerek naik. Tujuan utama Trump jelas: memaksa Apple memproduksi perangkatnya di dalam negeri untuk mendongkrak sektor manufaktur domestik. Namun, muncul pertanyaan besar—apakah realistis jika iPhone diproduksi sepenuhnya di AS?
Baca juga: Donald Trump Dorong Produksi iPhone di AS, Apple Sebut Banyak Tantangan
Produksi Lokal Penuh Tantangan
Menurut Gary Gereffi, Profesor Emeritus dari Duke University, upaya ini hanya akan berhasil jika Apple merombak total rantai pasok globalnya. Itu termasuk memindahkan manufaktur komponen utama ke kawasan Amerika Utara.
Namun menurut Tinglong Dai, pakar bisnis dari Johns Hopkins University, AS menghadapi tantangan besar dari sisi tenaga kerja dan keahlian manufaktur skala besar. “Kita sedang mengalami krisis tenaga kerja. Dan kita sudah kehilangan seni memproduksi dalam skala masif,” jelasnya.
Sebagai gambaran, Foxconn—pabrik perakitan iPhone di China—mempekerjakan hingga 300 ribu pekerja. Mencapai angka serupa di AS bukan hanya sulit dari sisi sumber daya manusia, tetapi juga memakan biaya besar karena tingginya standar gaji dan harga lahan.

Mahal, Lambat, dan Tidak Efisien
Meskipun memproduksi iPhone di AS bisa menekan ongkos impor, kualitas dan efisiensi produksi di tahap awal justru diprediksi akan menurun. Infrastruktur manufaktur di AS memang ada, tapi belum sebanding dengan kemampuan China dalam hal skala, kecepatan, dan biaya produksi.
Contohnya terjadi pada Mac Pro tahun 2019, saat Apple mencoba memproduksinya di Austin, Texas. Proyek itu sempat mandek hanya karena persoalan sepele: kekurangan sekrup. Laporan New York Times menyebut, produsen lokal hanya mampu menghasilkan 1.000 sekrup per hari, padahal Apple membutuhkan jumlah jauh lebih besar. Di China, masalah seperti ini bisa diatasi dalam hitungan hari.
Baca juga: Mau Ganti ke iPhone 16? Pikirkan Dulu 8 Hal Penting Ini

China Lebih dari Sekadar Mitra Produksi
Bagi Apple, China bukan hanya sekadar lokasi pabrik. Negeri Tirai Bambu menawarkan kombinasi lengkap: keterampilan tenaga kerja, infrastruktur rantai pasok, skala produksi masif, dan efisiensi waktu. Inilah alasan kenapa banyak perusahaan teknologi tetap bertahan di sana, meski tekanan politik dan ekonomi terus meningkat.
Meskipun dorongan untuk “membawa pulang” manufaktur ke AS semakin besar, tantangan logistik dan ekonomi membuat impian itu belum sepenuhnya bisa diwujudkan dalam waktu dekat
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(dwk)
Tinggalkan Komentar