Teknologi.id – Warna selalu punya cerita. Setiap gradasi bukan sekadar memanjakan mata, melainkan menyimpan sejarah panjang, simbolisme, hingga makna sosial yang terus berubah seiring zaman. Salah satunya adalah warna pink.
Bagi banyak orang, pink identik dengan kelembutan, cinta, feminitas, atau sifat manja. Namun, dalam beberapa waktu terakhir khususnya di Indonesia, pink mulai dilekatkan dengan simbol perlawanan dan keberanian.
Fenomena ini mencuat setelah aksi ikonik seorang ibu berkerudung pink di tengah demonstrasi di depan kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (28/8). Ia berdiri gagah berhadapan dengan aparat, hanya bermodalkan bendera merah putih yang ditancapkan pada sebilah bambu. Kontras pakaian hitam bermotif bunga pink dan kerudung pink terang yang dikenakannya menjadi simbol kuat keberanian. Aksi ini viral di media sosial, memicu perbincangan baru: pink kini tak lagi sekadar lembut, tapi juga berani.
Baca juga: TikTok Live Kembali Aktif di Indonesia Setelah Sempat Nonaktif 4 Hari
Pink di Masa Lalu: Simbol Kemewahan hingga Feminitas
Sejarah mencatat, pink mulai populer di dunia mode Barat pada pertengahan 1700-an. Di Prancis, produsen porselen Sevres memperkenalkan varian pink Rose Pompadour yang terinspirasi dari Madame de Pompadour, selir Raja Louis XV.
Uniknya, saat itu pink tidak dikaitkan dengan perempuan. Sebaliknya, pink dianggap cocok untuk anak laki-laki karena dipandang lebih pucat dan lembut dibanding merah menyala. Baru pada abad ke-19, ketika laki-laki Eropa mulai beralih ke pakaian gelap, warna-warna cerah seperti pink beralih ke perempuan. Inilah awal mula asosiasi pink dengan feminitas, yang disebut Valerie Steele dalam bukunya Pink: The History of a Punk, Pretty, Powerful Color sebagai proses feminisasi pink.
Seiring waktu, pink makin erat dengan stereotip kelembutan, cinta, dan kerapuhan.
Pergeseran Makna Pink di Abad 20
Memasuki abad ke-20, pink mengalami pasang surut makna. Pada 1920-an, desainer Paul Poiret menghidupkan kembali gaun pink untuk kalangan elit.
Namun, pada 1950-an, industri pemasaran Amerika Serikat mempertegas identitas gender melalui warna: pink untuk perempuan, biru muda untuk laki-laki. Pemisahan inilah yang membuat pink semakin dianggap “terlalu feminin” dan kurang maskulin.
Stereotip tersebut bertahan lama hingga budaya pop mengubahnya. Jackie Kennedy, Marilyn Monroe, bahkan band punk seperti The Ramones dan The Clash memakai pink untuk menunjukkan bahwa warna ini bisa dipakai siapa saja, tanpa batas gender.
Pink sebagai Simbol Perlawanan Global
Pink juga menjadi warna perlawanan. Pada masa Nazi, segitiga pink digunakan di kamp konsentrasi untuk menandai kaum homoseksual. Ironisnya, simbol stigma ini bertransformasi pada 1970-an menjadi lambang perjuangan aktivisme gay.
Pink juga mendunia lewat pita pink, simbol perjuangan melawan kanker payudara yang hingga kini dipakai di berbagai kampanye kesehatan.
Di Jepang, pink identik dengan budaya kawaii (imut), sementara di India pink dianggap warna netral yang bisa dipakai siapa pun. Semua ini menunjukkan bahwa makna pink sangat dinamis, bergantung pada konteks sosial dan budaya.
Pink di Indonesia: Dari Lembut ke Berani
Fenomena terbaru di Indonesia menunjukkan makna pink kembali bergeser. Aksi seorang ibu berkerudung pink di tengah demonstrasi membuka mata banyak orang bahwa pink kini menjadi simbol keberanian dan perjuangan.
Poster protes, seruan solidaritas, hingga unggahan media sosial dengan nuansa pink semakin banyak bermunculan. Seorang netizen bahkan berkomitmen selalu mengenakan kerudung pink di setiap aksi sebagai tanda semangat perlawanan damai.
Hal ini menguatkan gagasan bahwa pink bisa menjadi bahasa visual baru bagi gerakan sosial di Indonesia.
Simbolisme Visual dalam Perjuangan
Mengapa pink begitu kuat dalam konteks perlawanan? Karena warna mampu menyampaikan pesan emosional yang langsung ditangkap publik.
Jika merah identik dengan amarah dan revolusi, maka pink menghadirkan nuansa berbeda: perlawanan yang lembut, penuh kasih, namun tetap berani.
Keberanian ibu berkerudung pink membuktikan bahwa kelembutan bukanlah kelemahan. Justru, di tengah dunia yang sarat kekerasan, kelembutan bisa menjadi kekuatan besar untuk menyuarakan perubahan.
Baca juga: Tren ACAB dan 1312 Viral di Media Sosial Indonesia, Ini Artinya
Masa Depan Pink: Warna yang Terus Berevolusi
Apakah pink akan terus menjadi simbol perlawanan di Indonesia? Belum ada jawaban pasti. Namun sejarah panjang warna pink membuktikan bahwa maknanya selalu dinamis.
Kini, di tengah dinamika masyarakat Indonesia, pink tak lagi hanya diasosiasikan dengan feminitas. Ia hadir sebagai warna solidaritas, keberanian, dan perjuangan.
Seperti ditunjukkan oleh aksi ibu berkerudung pink, warna bisa menjadi lebih dari sekadar estetika. Ia adalah bahasa perlawanan yang damai, sekaligus pengingat bahwa setiap suara, sekecil apa pun, mampu mengubah arah sejarah.
Sejarah warna pink menunjukkan transformasinya: dari simbol kemewahan, feminitas, hingga stigma, kini menjelma menjadi warna keberanian. Di masa depan, makna pink mungkin terus berkembang, namun jejak pentingnya sudah tertanam dalam perjalanan sosial dan budaya, termasuk di Indonesia.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(fnf)
Tinggalkan Komentar