Sumber: Firstpost
Teknologi.id – China terkenal dengan aturan internet yang super ketat. Kritik terhadap pemerintah, topik sejarah sensitif, hingga komentar pedas soal kebijakan negara sering hilang dari linimasa warganet. Kini, ada “target baru” yang bikin heboh: konten bernada pesimis di media sosial.
Bukan sekadar kritik politik, postingan yang dianggap terlalu muram atau negatif kini masuk radar sensor pemerintah. Langkah ini bertujuan membatasi apa yang disebut sebagai “narasi nihilistik” yang dinilai bisa menular ke publik, terutama generasi muda.
Baca juga: 5 Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Liburan di Menara Eiffel hingga Tembok Besar China
Kampanye Nasional Lawan Pesimisme
Pada 22 September 2025, Administrasi Siber China mengumumkan kampanye nasional selama dua bulan untuk menekan tren konten pesimistis di media sosial, siaran langsung, hingga video pendek.
Jenis konten yang dibidik cukup luas, mulai dari postingan yang salah menafsirkan fenomena sosial, menyoroti kasus negatif secara selektif, hingga menyebarkan pandangan dunia yang penuh keputusasaan.
“Konten yang terlalu merendahkan diri sendiri atau memperbesar perasaan putus asa bisa mendorong orang lain untuk ikut larut dalam suasana negatif,” kata regulator, dikutip CNN.
Artinya, unggahan yang sekadar curhat soal hidup berat atau menyindir realita sosial bisa hilang dari dunia maya China.
Ekonomi Lesu dan Pesimisme Generasi Muda
Apa penyebab pemerintah menyoroti konten pesimis? Jawabannya ada pada kondisi ekonomi China. Negara ini tengah menghadapi resesi akibat krisis properti, yang menurunkan daya beli konsumen dan meningkatkan pengangguran, terutama di kalangan pemuda.
Data resmi menunjukkan tingkat pengangguran usia 16–24 tahun (tidak termasuk pelajar) mencapai 18,9% pada Agustus 2025, level tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Fenomena ini melahirkan tren “lying flat” – gaya hidup sederhana tanpa ambisi berlebihan, viral sejak 2021 sebagai simbol “pesimisme kolektif”. Akun blogger yang menampilkan gaya hidup ini bahkan dilaporkan hilang akibat sensor.
Sensor Meluas ke Platform Populer
Kampanye pemerintah tak hanya menargetkan pengguna individu, tetapi juga platform besar seperti Weibo (Twitter), Kuaishou (TikTok), dan Red/Xiaohongshu (Instagram).
Konten yang dianggap bermasalah tidak hanya pesimis, tapi juga hal-hal “remeh” seperti gosip selebriti, update personal yang tidak bermanfaat, komentar provokatif, hingga konten yang menebar ketakutan atau permusuhan online.
Konten “Menjual Kecemasan” Dilarang
Tak hanya gaya hidup dan kritik sosial, konten yang “menjual kecemasan” juga menjadi sasaran. Iklan yang memanfaatkan ketakutan orang tua soal masa depan anak atau promosi produk dengan narasi gagal jika tidak mengikuti tren kini dibatasi.
Pemerintah menilai strategi marketing semacam ini memperburuk tekanan sosial terkait pekerjaan, pendidikan, dan hubungan personal. Masyarakat juga didorong melaporkan akun atau postingan yang dianggap menyebarkan pesimisme atau kecemasan.
Antara Kontrol dan Harapan
Langkah ini terlihat sebagai upaya menjaga moral publik agar tetap optimis menghadapi krisis ekonomi. Namun, banyak yang menilai aturan ini semakin mempersempit ruang berekspresi warganet di China.
Dengan pembatasan baru, bukan hanya kritik politik yang berisiko dihapus, tetapi curahan hati sehari-hari pun bisa dianggap “berbahaya.” Apakah kampanye ini memulihkan semangat masyarakat atau justru menekan ekspresi generasi muda, baru akan terlihat beberapa bulan ke depan.
Baca juga: 1 Orang 1 Akun Medsos? Wamenkomdigi: Boleh Punya Second Account, tapi Ada Syarat
Optimisme yang Dipaksakan?
Kebijakan ini menambah panjang daftar kontrol internet China. Kritik politik dan isu sensitif sebelumnya menjadi sasaran, kini bahkan ekspresi pesimis pun dianggap ancaman.
Di tengah krisis ekonomi dan kecemasan generasi muda, pemerintah ingin menciptakan suasana online lebih cerah. Namun pertanyaannya: apakah optimisme yang dipaksakan mampu menggantikan keresahan nyata masyarakat?
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)
Tinggalkan Komentar