Teknologi.id – Represi digital adalah segala bentuk pembatasan, pengawasan, dan tindakan represif yang dilakukan untuk membungkam kebebasan berekspresi. Fenomena ini bukan lagi isu pinggiran, melainkan ancaman nyata yang kerap muncul di tengah aksi demonstrasi. Mulai dari pembatasan akses internet, penangguhan fitur, hingga pemantauan media sosial.
Dalam aksi demonstrasi Agustus 2025, SAFEnet mengungkap ada 7 bentuk represi digital yang mengekang kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia.
Baca juga: Viral! Netizen Asing Ramai Pesan Makanan untuk Dukung Driver Ojol di Indonesia
SAFEnet dan Perannya dalam Memantau Hak Digital
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) adalah organisasi masyarakat yang memperjuangkan hak digital, akses internet, kebebasan berekspresi, dan rasa aman di ruang digital.
Ada empat peran utama SAFEnet:
-
Advokasi kebijakan agar mendukung pemenuhan hak-hak digital.
-
Mendukung korban pelanggaran hak digital.
-
Meningkatkan kapasitas masyarakat sipil terkait hak-hak digital.
-
Menggalang solidaritas terhadap masyarakat sipil yang memperjuangkan HAM di ruang digital.
SAFEnet aktif mendokumentasikan berbagai pelanggaran hak digital yang kemudian disusun dalam laporan triwulan maupun tahunan. Selain itu, SAFEnet juga merilis siaran pers resmi untuk menanggapi situasi ketika terjadi eskalasi represi digital.
Pada Agustus 2025, SAFEnet merilis laporan khusus berjudul “Pernyataan Sikap atas Represi Digital Selama Aksi Agustus 2025” melalui media sosial X (@safenetvoice) dan website resmi mereka.
SAFEnet: 7 Bentuk Represi Digital yang Teridentifikasi
Berikut tujuh bentuk represi digital yang dicatat SAFEnet sebagai pelanggaran serius terhadap hak digital masyarakat:
-
Kriminalisasi Aktivis Khaliq Anhar
Aktivis mahasiswa Universitas Riau dan pengelola akun Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) ditangkap pada 28 Agustus 2025 di Bandara Soekarno-Hatta. Ia dijerat Pasal 32 Ayat (1) dan/atau Pasal 35 UU ITE setelah mengkampanyekan aksi protes melalui Instagram AMP. -
Beredarnya Kontak WhatsApp Palsu
Nomor para pemimpin koalisi masyarakat sipil dipalsukan menjadi milik anggota DPR RI. Hal ini menimbulkan spam, pelecehan, dan gangguan keamanan. Intimidasi digital juga marak, mulai dari ancaman, doxing, kekerasan berbasis gender online, hingga serangan siber terhadap pengkritik di media sosial. -
Gangguan Akses Internet dan Informasi Digital
Seperti pola sebelumnya, terjadi pembatasan akses internet dan pemadaman listrik di beberapa titik aksi Jakarta dan Bandung. Ada dugaan sabotase kabel optik yang mengganggu jaringan dan komunikasi. -
Penangguhan Fitur Live TikTok
Fitur live yang biasa digunakan untuk mendokumentasikan aksi dan kekerasan aparat ditangguhkan. Hal ini juga berdampak pada pelaku UMKM yang bergantung pada siaran langsung untuk berjualan. -
Operasi Informasi untuk Mengalihkan Perhatian Publik
Narasi tertentu diarahkan agar massa fokus kepada DPR, bukan pada aparat kepolisian. Massa juga dicap “anarkis” untuk mendelegitimasi tuntutan, bahkan ada hasutan bernuansa SARA yang memunculkan trauma reformasi 1998. -
Pernyataan dari Kementerian Komunikasi dan Digital
Pemerintah memanggil perwakilan Meta dan TikTok untuk membahas konten yang dianggap disinformasi. Akun dan unggahan terkait kekerasan aparat diturunkan dengan alasan “ujaran kebencian”. Pengguna X juga mendapat notifikasi permintaan take down konten, padahal itu adalah ekspresi sah termasuk dugaan video perintah penembakan dari Kapolri. -
Penyitaan, Penggeledahan, dan Penyedotan Data
Polisi menyita dan menggeledah ponsel massa aksi secara paksa, termasuk pengambilan data pribadi.
Dampak Represi Digital terhadap Demokrasi
Represi digital berdampak serius bagi demokrasi dan partisipasi publik. Ketika internet dibatasi di tengah demonstrasi, masyarakat kehilangan hak untuk memperoleh informasi akurat dan real-time. Hal ini meningkatkan risiko manipulasi informasi dan hoaks.
SAFEnet mendesak pemerintah untuk:
-
Memberikan ruang liputan di media sosial tanpa pembatasan fitur.
-
Menarik pasukan TNI dari titik demonstrasi.
-
Melakukan investigasi oleh Komnas HAM terkait pelanggaran HAM.
-
Memastikan pemantauan situasi hak digital oleh Komite HAM PBB dan Dewan HAM PBB.
Masyarakat sipil juga diimbau meningkatkan keamanan digital dan tidak terprovokasi oleh informasi menyesatkan.
Penutup
Represi digital adalah bentuk pembungkaman baru yang berbahaya bagi demokrasi. Ruang digital seharusnya menjadi tempat aman untuk kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, perlindungan hak digital mutlak diperlukan untuk memperkuat demokrasi yang sehat di Indonesia.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ss)
Tinggalkan Komentar