Tak Boleh Asbun, Influencer China Wajib Punya Sertifikat Resmi Mulai 2025

Teknologi.id . October 31, 2025
Foto: Cybernews


Teknologi.id – Pemerintah China kini semakin serius mengatur aktivitas influencer di media sosial. Mulai 25 Oktober 2025, siapa pun yang ingin membahas topik sensitif seperti kesehatan, hukum, pendidikan, dan keuangan, wajib punya kualifikasi resmi.

Aturan ini dikeluarkan oleh Cyberspace Administration of China (CAC) dengan tujuan utama: mencegah influencer asal bunyi alias “asbun” ketika membahas hal-hal penting yang berdampak pada masyarakat.

Baca juga: CEO Nvidia: Chip China Tinggal Hitungan Nanodetik di Belakang AS

Harus Punya Sertifikat Resmi

Kualifikasi yang dimaksud bisa berupa ijazah pendidikan atau lisensi profesional. Nantinya, sertifikat ini akan diverifikasi langsung oleh platform seperti Douyin (TikTok versi China), Bilibili, dan Weibo.

Platform juga wajib memastikan setiap unggahan influencer menyertakan sumber kutipan yang jelas, disclaimer (penafian), serta menjelaskan jika konten tersebut dibuat menggunakan AI.

Selain itu, influencer juga harus menyebutkan secara terbuka jika informasi yang mereka bagikan berasal dari hasil riset atau data tertentu.

Iklan Medis & Suplemen Dilarang

Dalam aturan baru ini, CAC juga melarang promosi terselubung untuk produk medis, suplemen, atau makanan kesehatan. Langkah ini diambil untuk melindungi masyarakat dari konten edukasi palsu yang ternyata bermuatan iklan.

Kebijakan tersebut diharapkan bisa menekan penyebaran hoaks dan misinformasi, terutama yang banyak beredar melalui konten kreator dan key opinion leader (KOL).

Tuai Kritik dari Publik

Meski bertujuan baik, kebijakan ini menuai kritik dari sebagian masyarakat. Banyak yang menilai bahwa aturan ini justru membuka jalan bagi sensor gaya baru, karena hanya orang dengan sertifikasi tertentu yang boleh membahas topik penting.

Artinya, suara independen dari masyarakat umum bisa dibatasi, dan ruang diskusi publik semakin sempit.

Influencer Jadi Sumber Hoaks?

Menurut laporan Digital News Report 2025 dari Reuters Institute, influencer memang disebut sebagai salah satu sumber utama penyebaran informasi keliru di media sosial—bersama dengan politisi dan partai politik.

Dari survei terhadap 97.000 responden di 48 negara, sekitar 47% menyebut bahwa influencer dan politisi adalah pihak yang paling sering menyebarkan hoaks.

Baca juga: 5 Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Liburan di Menara Eiffel hingga Tembok Besar China

Kesimpulan

Dengan aturan baru ini, pemerintah China ingin memastikan bahwa hanya orang yang benar-benar paham yang boleh bicara tentang topik sensitif di media sosial. Namun di sisi lain, kebijakan ini juga memunculkan kekhawatiran soal kebebasan berbicara di dunia digital.

Apakah aturan seperti ini bisa diterapkan juga di negara lain, termasuk Indonesia? Waktu yang akan menjawab.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(dwk)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar