
Teknologi.id - Persaingan teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin memanas, terutama di industri semikonduktor. Selama ini, chip buatan China sering dianggap jauh tertinggal dibanding chip AS. Namun, CEO Nvidia, Jensen Huang, memberi peringatan: China nyaris menyamai AS, hanya tertinggal beberapa nanodetik.
Huang menyampaikan hal ini dalam podcast BG2 yang dipandu investor teknologi Brad Gerstner dan Bill Gurley. “Mereka hanya beberapa nanodetik di belakang AS. Karena itu, kita harus bersaing,” ujar Huang. Pernyataan ini menjadi sorotan karena menyentuh isu sensitif terkait kebijakan AS yang membatasi perusahaan teknologi di negaranya untuk berbisnis di China.
Baca juga: Aturan Ketat Baru: China Larang Postingan Bernada Pesimis di Medsos
Huang menekankan bahwa persaingan sehat akan menguntungkan kedua negara. Menurutnya, AS perlu memberi kesempatan bagi perusahaan untuk berkompetisi di China agar tercipta keuntungan ekonomi, pengaruh geopolitik, dan kemajuan teknologi.
China, Lawan yang Tangguh dan Inovatif
Huang menilai China sebagai lawan yang agresif, gesit, dan inovatif. Salah satu faktor pendukungnya adalah budaya kerja 9-9-6—bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam, enam hari seminggu—yang masih diterapkan meski secara resmi dilarang sejak 2021. Budaya ini membuat industri China cepat beradaptasi dan produktif.
Selain itu, China juga mendorong pasar terbuka untuk menarik investasi asing. “Mereka ingin berpartisipasi di seluruh dunia. Jika pasar tetap terbuka, perusahaan kami bisa ikut bersaing,” kata Huang.
Baca juga: 5 Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Liburan di Menara Eiffel hingga Tembok Besar China
Tantangan AS dengan Work From Home
Budaya kerja di AS, termasuk WFH atau work from home, dianggap berbeda jauh. Mantan CEO Google, Eric Schmidt, menilai sistem ini membuat generasi muda kurang mendapatkan pengalaman belajar dan peluang berinteraksi dengan rekan senior. Schmidt bahkan menyebut work/life balance berlebihan sebagai salah satu alasan Google kalah saing dengan OpenAI dan Anthropic.
Menurut Schmidt, jika AS ingin menang di dunia teknologi global, mereka harus siap membuat kompromi antara kenyamanan kerja dan produktivitas. “Jika ingin sukses di teknologi, beberapa kompromi harus dilakukan,” tegasnya.
Dengan perkembangan ini, persaingan chip antara AS dan China tidak lagi soal perbedaan besar, melainkan hanya selisih nanodetik. Hal ini membuka peluang sekaligus tantangan besar bagi perusahaan teknologi di kedua negara.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(fs)
Tinggalkan Komentar