
Foto: MEXC Exchange
Teknologi.id – Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) generatif selama ini dijanjikan sebagai solusi ajaib untuk meningkatkan efisiensi kerja. Namun, laporan terbaru dari Harvard Business Review (HBR), Stanford, dan BetterUp justru mengungkap sisi gelapnya. Fenomena baru yang disebut “workslop” kini muncul sebagai dampak negatif AI, yang bukannya membantu, malah menghambat produktivitas pekerja modern.
Baca juga: 5 Prompt Gemini AI untuk Foto Gabungan Masa Kecil dan Sekarang + Cara Membuatnya
Apa Itu Workslop?
Istilah workslop berasal dari gabungan kata work (pekerjaan) dan slop (sampah). Fenomena ini menggambarkan ledakan konten dangkal hasil AI yang terlihat rapi di permukaan, tetapi miskin konteks, minim substansi, dan akhirnya menambah beban kognitif pekerja.
Jika dulu tantangan utama karyawan adalah kurangnya informasi, kini masalah bergeser ke arah sebaliknya: kelebihan informasi tak bernilai. Laporan, dokumen, hingga presentasi hasil chatbot seperti ChatGPT atau Gemini seringkali membuat pekerjaan semakin berat karena harus dipilah dan diverifikasi ulang.
Dampak Negatif AI: Workslop Membebani Alur Kerja
Menurut HBR, alih-alih menghemat waktu, banyak pekerja justru terjebak memilah-milah “sampah digital” dari AI. Kondisi ini diibaratkan seperti meja kerja yang penuh memo tak berguna setiap pagi.
Akibatnya:
-
Energi kognitif terkuras hanya untuk memilah dan mengoreksi.
-
Waktu kerja hilang hingga berjam-jam.
-
Kualitas keputusan menurun karena materi yang dipakai dangkal atau bias.
Dampak Ekonomi dan Psikologis Workslop
Fenomena workslop bukan sekadar gangguan kecil di meja kerja, tapi juga membawa biaya tersembunyi yang merugikan perusahaan.
1. Kerugian Finansial
Survei Stanford–BetterUp menunjukkan 40% pekerja profesional di AS pernah menerima konten workslop dalam sebulan terakhir. Setiap kasus menghabiskan 1–2 jam kerja untuk diperbaiki.
Jika dikalkulasikan, perusahaan dengan 10.000 karyawan bisa kehilangan lebih dari US$9 juta per tahun akibat limbah digital ini.
2. Dampak Psikologis
Selain finansial, ada juga dampak emosional. Karyawan yang menerima workslop merasa:
-
Frustrasi dan kebingungan.
-
Kehilangan kepercayaan pada rekan kerja.
-
Menilai rekan yang sering mengirim workslop sebagai kurang kreatif, tidak dapat diandalkan, bahkan tidak kompeten.
Dua Tipe Pengguna AI: Pilot vs Passenger
Riset HBR dan BetterUp membagi pengguna AI menjadi dua tipe yang menentukan apakah mereka bisa menghindari workslop.
🔹 Tipe Passenger
-
Menggunakan AI sebagai jalan pintas.
-
Mengandalkan hasil mentah tanpa cek kualitas.
-
Output terlihat rapi tapi miskin substansi.
-
Justru menambah beban tim lain.
🔹 Tipe Pilot
-
Menggunakan AI secara aktif dan terarah.
-
Memberikan prompt dengan konteks jelas.
-
Meninjau ulang, mengedit, dan memilih bagian yang berguna.
-
Menjadikan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti.
Solusi Mengatasi Workslop
Fenomena ini menjadi peringatan keras bahwa euforia AI tidak boleh membuat organisasi lengah. Agar AI benar-benar meningkatkan efisiensi, bukan sebaliknya, perusahaan bisa melakukan langkah berikut:
-
Perkuat kurasi internal untuk memilah konten hasil AI.
-
Tingkatkan literasi digital karyawan agar bisa menjadi tipe Pilot.
-
Posisikan AI sebagai rekan kerja, bukan bos yang membanjiri pekerjaan.
Baca juga: OpenAI Rilis ChatGPT Pulse: Asisten AI Pintar yang Kasih Update Harian!
Kesimpulan
AI generatif memang menawarkan kecepatan, tetapi riset Harvard membuktikan bahwa volume konten tidak selalu berarti kualitas. Tanpa strategi dan kurasi, janji efisiensi bisa berubah menjadi jebakan workslop yang merusak produktivitas, menguras biaya, dan melemahkan etos kerja tim.
Organisasi yang ingin sukses di era AI perlu bijak dalam adopsi teknologi, memastikan karyawan mampu mengendalikan AI—bukan sebaliknya.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ak)

Tinggalkan Komentar