Google Terancam Lepas Chrome? OpenAI, Yahoo, dan Perplexity Rebutan Jadi Pemilik!

Mohammad Owen . May 05, 2025

Google Terancam Lepas Chrome? OpenAI, Yahoo, dan Perplexity Rebutan Jadi Pemilik!

Sumber: Freepik

Teknologi.id - Bayangin aja, kamu bangun tidur, buka laptop, klik Chrome, dan... ternyata bukan lagi milik Google. Shock nggak sih? Tapi, kenyataannya, skenario ini nggak sepenuhnya mustahil. Browser sejuta umat, Google Chrome, lagi-lagi jadi sorotan, tapi kali ini bukan karena update fitur baru, melainkan karena ancaman pemisahan dari Google akibat gugatan monopoli oleh pemerintah Amerika Serikat.

Baca juga: AI Google Gemini 2.0 Flash Tuai Kontroversi, Bisa Hapus Watermark Pada Foto & Gambar

Pemerintah AS, lewat Departemen Kehakiman (DOJ), menganggap Google udah kelewat batas dalam mempertahankan dominasinya di pasar mesin pencarian. Gugatan ini bahkan udah ada sejak 2020, dan sekarang makin panas karena pengadilan mulai mempertimbangkan langkah ekstrem: memaksa Google melepaskan Chrome dari ekosistemnya. Dan ternyata, ide ini nggak cuma bikin geger Google aja, tapi juga bikin perusahaan besar lainnya ngiler dari OpenAI sampai Yahoo, semuanya tiba-tiba pengen punya Chrome. 

Tuduhan Monopoli dan Strategi Google yang “Terlalu Pintar”

Google dituduh memonopoli pasar dengan cara mengunci pengguna di ekosistemnya. Salah satu contohnya adalah dugaan pembayaran sekitar $20 miliar ke Apple pada tahun 2022, supaya Google tetap jadi mesin pencari default di Safari. Praktik ini dianggap menghambat perkembangan kompetitor lain di bidang pencarian online.

Hakim Amit Mehta udah memutuskan bahwa Google memang terbukti melakukan monopoli. Nah, sekarang pengadilan lagi cari “remedies” alias sanksi yang bisa bikin pasar jadi lebih adil. Salah satu usulan ekstrem yang dipertimbangkan adalah memisahkan aset penting Google, seperti Chrome, Google Play Store, bahkan Android, dari mesin pencari utama mereka, Google Search.

Tentu aja, Google nggak terima begitu aja. 

Google: Chrome Tanpa Google = Internet Amburadul

Google, lewat General Manager Chrome, Parisa Tabriz, menyatakan dengan tegas bahwa memisahkan Chrome dari Google adalah ide yang berbahaya dan tidak masuk akal secara teknis. Menurut Tabriz, Chrome dan Google punya hubungan saling ketergantungan yang sangat dalam, seperti nasi dan lauk pauk, serta pisahkan mereka, maka rasanya bakal hambar.

Tabriz menekankan bahwa Chrome bukan sekadar browser biasa. Ini adalah hasil kerja keras selama 17 tahun dari ribuan engineer dan divisi di dalam Google. Beberapa fitur utama Chrome, seperti safe browsing, peringatan kata sandi bocor, pembaruan otomatis, hingga sinkronisasi data semuanya bergantung pada infrastruktur internal Google.

Meskipun mesin inti Chrome yaitu Chromium, ini bersifat open-source dan digunakan juga oleh browser lain seperti Microsoft Edge, Opera, dan Samsung Internet, versi resmi Chrome punya banyak keunggulan eksklusif. Google bahkan menyebut bahwa lebih dari 90 persen kode Chromium berasal dari tim internal mereka sendiri, sementara kontribusi dari luar dianggap “tidak signifikan”.

Intinya, Google mengklaim bahwa hanya mereka yang bisa mengelola Chrome secara optimal, dan kalau dipisahkan, pengguna bisa mengalami masalah besar, mulai dari penurunan performa hingga kerentanan keamanan.

OpenAI, Perplexity, dan Yahoo Siap Bersaing Miliki Chrome

Di sisi lain, perusahaan-perusahaan teknologi lainnya justru melihat peluang dari situasi ini. Dalam persidangan terpisah, sejumlah tokoh dari OpenAI, Perplexity, dan Yahoo tampil sebagai saksi pihak penggugat dan tanpa sungkan mereka menyatakan minat untuk membeli Chrome jika Google beneran diwajibkan melepasnya.

Menurut Nick Turley, kepala ChatGPT di OpenAI, jika Chrome dimiliki OpenAI, maka perusahaan tersebut bisa menghadirkan pengalaman menjelajah internet yang sepenuhnya berbasis AI. Bayangkan, browser dengan integrasi AI sekuat ChatGPT langsung di dalamnya, tidak cuma membantu mengetik atau menerjemahkan, tapi juga menavigasi web, merangkum artikel, bahkan mungkin membuat browsing jauh lebih personal.

Perplexity juga mengaku tertarik membeli Chrome. Namun mereka lebih berhati-hati. Menurut Dmitry Shevelenko, Chief Business Officer Perplexity, pemilik baru Chrome nantinya bisa aja mengganggu model open source Chromium atau menurunkan kualitas layanan. Maka dari itu, Perplexity sebenarnya lebih nyaman kalau Chrome tetap dikelola oleh Google.

Yahoo, yang kini lagi berusaha bangkit dari masa kejayaannya, melihat kesempatan untuk ikut bersaing di pasar pencarian, terutama jika dominasi Google mulai terkikis lewat pemisahan aset ini. 

Baca juga: Induk Google Bakal Akuisisi Startup Wiz Asal Israel Senilai Rp 529 T

Menanti Putusan Akhir: Agustus 2025 Jadi Penentu

Seluruh drama ini akan mencapai titik krusial pada Agustus 2025, saat pengadilan memutuskan sanksi akhir yang bakal dijatuhkan pada Google. Kalau hakim setuju dengan pemisahan Chrome, maka dunia teknologi bakal menyaksikan salah satu peristiwa paling bersejarah: lepasnya browser terbesar di dunia dari tangan perusahaannya sendiri.

Apa pun hasil akhirnya, satu hal yang pasti: kasus ini bakal membawa perubahan besar dalam lanskap internet global. Mulai dari cara kita mengakses informasi, sampai bagaimana perusahaan-perusahaan teknologi bersaing secara adil. Dan tentu saja, nasib Chrome akan jadi sorotan utama di tengah pertarungan antara kebebasan pasar dan dominasi teknologi raksasa.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(mo)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar