Komdigi Ancam Blokir Google, Apple, KFC hingga BYD: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Mohammad Owen . May 30, 2025

komdigi blokir pse

Sumber: Komdigi

Teknologi.id - Bayangkan kamu mau pesan ayam goreng lewat aplikasi KFC, cek email pakai Gmail, atau cari aplikasi baru di Google Play Store. Tiba-tiba semua itu tidak bisa diakses. Sounds crazy? Tapi kenyataannya, skenario ini bisa saja terjadi dalam waktu dekat di Indonesia.

Baca juga: Angga Raka Jadi Komisaris Utama Telkom, Menkomdigi: Tak Perlu Lepas Jabatan Wamen

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baru-baru ini mengeluarkan peringatan keras kepada 36 Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Privat) yang belum memenuhi kewajiban administrasi. Kalau peringatan ini tidak ditanggapi dengan serius, maka perusahaan-perusahaan ini bisa diblokir dari akses pengguna Indonesia. Ya, kamu gak salah baca, diblokir!

Apa Itu PSE Privat dan Kenapa Harus Daftar?

Buat yang belum familiar, PSE Privat adalah penyelenggara sistem elektronik yang menyediakan layanan digital kepada publik, baik itu aplikasi, situs web, maupun platform lainnya. Nah, berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020, setiap PSE Privat, termasuk yang berasal dari luar negeri, wajib mendaftar dan memperbarui datanya di Indonesia.

Tujuan dari aturan ini bukan sekadar formalitas. Pemerintah ingin memastikan bahwa semua platform digital yang beroperasi di Indonesia memiliki komitmen hukum, tanggung jawab terhadap data pengguna, dan bisa diawasi sesuai peraturan negara. Tanpa registrasi resmi, tidak ada jaminan bahwa layanan digital itu benar-benar aman, transparan, dan bertanggung jawab terhadap penggunanya.

Siapa Saja yang Kena Semprit?

Komdigi melalui Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, mengumumkan bahwa dari 36 entitas yang diperingatkan, 23 belum melakukan pendaftaran sama sekali, meskipun mereka sudah beroperasi di Indonesia dan menyasar pasar dalam negeri. Sementara itu, 13 lainnya memang sudah daftar, tapi belum memperbarui informasi pendaftarannya.

Nah, yang bikin heboh adalah daftar perusahaannya bukan nama-nama kecil. Di antaranya ada:

  • Google (ads.google.com, play.google.com)
  • Apple (apple.com)
  • KFC (order.kfcku.co.id dan aplikasi KFCku)
  • BYD (byd.com dan aplikasi BYD)
  • Traveloka
  • Nike, Xbox, Emirates, DHL, Lenovo, Unilever, EA, eBay, MSI, Philips, McDonald's, Riot Games, Epic Games, MyJNE, Kereta Api Indonesia (kai.id), dan masih banyak lagi.

Bahkan layanan lokal besar seperti indofood.com dan mncgroup.com juga tercatat belum memenuhi kewajiban ini.

Ancaman Blokir: Serius atau Gertakan?

Alexander Sabar menjelaskan bahwa sesuai pasal 2 dan pasal 5 dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020, setiap PSE wajib mendaftar sebelum sistem elektronik digunakan oleh pengguna, serta secara aktif memperbarui data jika ada perubahan. Jika tidak, maka sanksi administratif siap menanti. Dan sanksi paling berat yang bisa dijatuhkan adalah pemutusan akses alias blokir.

Apakah ini gertakan semata? Sepertinya tidak. Sebelumnya, Kominfo (sebelum berubah nama jadi Komdigi) juga pernah memblokir beberapa layanan populer seperti Steam, Epic Games, PayPal, hingga Yahoo karena alasan serupa. Meski pada akhirnya dibuka kembali setelah perusahaan-perusahaan tersebut mendaftar, kejadian itu membuktikan bahwa pemerintah tidak ragu mengambil langkah tegas.

Apa Dampaknya Jika Benar-Benar Diblokir?

Jika layanan seperti Google Play Store, KFC, atau aplikasi Traveloka benar-benar diblokir, maka dampaknya akan sangat terasa di kehidupan sehari-hari. Bayangkan:

  • Pengguna Android tidak bisa mengunduh atau memperbarui aplikasi dari Play Store.
  • Kamu nggak bisa pesan makanan via aplikasi KFC atau McDonald's.
  • Penerbangan dan hotel yang biasa kamu booking lewat Traveloka jadi tidak bisa diakses.
  • Gamer kehilangan akses ke game-game favorit dari Riot dan Epic Games.

Bahkan layanan logistik seperti DHL dan ekspedisi lokal seperti JNE juga ikut kena, yang artinya urusan kirim-kiriman paket bisa ikut terganggu.

Bagi perusahaan, tentu saja ini bukan hanya soal kehilangan pengguna, tapi juga kerugian reputasi dan finansial yang besar. Sementara bagi pengguna, ini menambah beban dalam rutinitas digital yang selama ini sudah sangat tergantung pada layanan-layanan tersebut.

Kenapa Perusahaan Besar Bisa Lalai?

Pertanyaan logisnya, kenapa sih perusahaan besar seperti Apple atau Google bisa lalai dalam hal administratif seperti ini? Jawabannya bisa beragam:

  1. Birokrasi Internal
    Perusahaan global sering kali punya proses internal yang panjang dan kompleks untuk menyetujui kebijakan lokal.

  2. Kurangnya Sosialisasi
    Meski aturan ini sudah berlaku sejak 2020, bisa jadi beberapa perusahaan asing belum benar-benar memahami dampaknya secara langsung, atau menganggap Indonesia bukan prioritas utama mereka.

  3. Masalah Teknis dan Legal
    Pendaftaran PSE sering kali butuh penyesuaian teknis dan hukum yang rumit, apalagi untuk perusahaan asing yang punya concern terhadap perlindungan data.

Namun, seperti yang dijelaskan Komdigi, semua pelaku digital, kecil atau besar, lokal maupun internasional, tetap harus mengikuti aturan yang berlaku di wilayah tempat mereka beroperasi.

Indonesia dan Masa Depan Regulasi Digital

Kasus ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia sedang bergerak menuju penguatan kedaulatan digital. Dengan aturan yang semakin ketat dan sistem pengawasan yang terus dikembangkan, pemerintah ingin menyeimbangkan antara mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan memastikan keamanan serta kepastian hukum.

Bukan hanya itu, langkah ini juga menjadi sinyal bagi investor asing bahwa Indonesia serius membangun ekosistem digital yang sehat dan terstruktur. Tentunya, semua ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari pelaku industri yang patuh dan bertanggung jawab.

Baca juga: Komdigi Buka Suara Usai Eks Dirjen Aptika Jadi Tersangka Korupsi PDNS

Jangan Remehkan Hal “Kecil”

Sekilas, urusan pendaftaran PSE mungkin terlihat seperti hal administratif yang remeh. Tapi dari kasus ini kita belajar bahwa di era digital, regulasi bukan hanya formalitas, tapi fondasi dari kepercayaan publik terhadap layanan digital.

Kalau perusahaan sebesar Apple dan Google saja bisa kena semprit, maka ini jadi alarm juga bagi startup dan pengembang lokal untuk tidak menyepelekan kewajiban hukum. So, selamat datang di era baru digital Indonesia yang lebih rapi, lebih ketat, dan (semoga) lebih aman.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(mo)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar