
Teknologi.id - Dalam beberapa hari terakhir, tagar #TolakRUUTNI menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya X.com. Tagar ini bahkan masuk dalam daftar trending topic di Indonesia hingga Senin pagi (17/3/2025). Perdebatan ini mencerminkan reaksi keras masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Kekhawatiran terhadap Revisi UU TNI
Gelombang penolakan terhadap RUU TNI dipicu oleh kekhawatiran bahwa revisi undang-undang ini dapat membuka kembali jalan bagi dwifungsi militer. Konsep ini mengizinkan TNI untuk terlibat dalam urusan sipil, termasuk pemerintahan dan politik. Publik menilai hal ini bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang telah menegaskan pemisahan antara militer dan ranah sipil. Jika RUU ini disahkan, masyarakat khawatir militer akan kembali memiliki peran dominan di sektor-sektor yang seharusnya dikelola oleh pemerintahan sipil.
Kekhawatiran ini semakin diperkuat dengan munculnya berbagai analisis dari para pakar dan aktivis yang menyoroti potensi dampak negatif dari revisi UU TNI. Mereka menilai bahwa dwifungsi militer berisiko menghambat demokratisasi dan reformasi sektor keamanan yang telah berjalan selama lebih dari dua dekade terakhir.
Baca juga: Pintar BI Down, Warganet Ramai Keluhkan Susahnya Tukar Uang Baru untuk Lebaran 2025
Rapat Tertutup dan Gelombang Protes
Meningkatnya gelombang penolakan terhadap RUU TNI semakin diperburuk oleh keputusan Komisi I DPR RI yang menggelar rapat panitia kerja (Panja) secara tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Rapat ini membahas revisi UU TNI tanpa adanya keterlibatan publik atau transparansi yang memadai. Keputusan untuk menutup rapat dari akses masyarakat pun menuai kritik tajam.
Sebagai bentuk protes, sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mendatangi lokasi rapat dan menuntut agar pembahasan dilakukan secara terbuka. Mereka menilai bahwa pembahasan RUU TNI seharusnya melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta tokoh-tokoh yang peduli terhadap reformasi sektor keamanan. Transparansi dalam proses pembentukan undang-undang menjadi kunci agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kepentingan publik.
Tidak lama setelah aksi protes ini, Polda Metro Jaya menerima laporan terkait insiden di lokasi rapat. Laporan tersebut dibuat oleh seorang sekuriti hotel berinisial RYR. Kejadian ini semakin memperkuat kesan bahwa ada upaya untuk membatasi ruang diskusi publik terkait revisi UU TNI, yang akhirnya semakin memicu kemarahan warganet.
Warganet Suarakan Penolakan di Media Sosial
Di platform X.com, ribuan warganet menyuarakan pendapat mereka tentang RUU TNI. Mayoritas menyatakan ketidaksetujuan terhadap upaya menghidupkan kembali dwifungsi militer, karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi. Mereka menilai bahwa peran militer seharusnya tetap berada di sektor pertahanan dan keamanan, tanpa mencampuri urusan pemerintahan sipil.
Kami menolak RUU TNI!
Militer gak punya ruang di ranah sipil. Kami gak mau balik ke Orde Baru!#TolakRUUTNI#TolakRUUTNI pic.twitter.com/lwcQTe8l8B
#TolakRUUTNI
RUU TNI = TNI rampas hak sipil
Bayangin:
1. Bisnis dimonopoli TNI
2. Menteri/BUMN diisi TNI, bukan pejabat kompeten
3. Pendidikan dan nasib guru diatur TNI
4. Sumber daya alam dikelola TNI
5. Kebebasan seni (musik, film, lukisan), jurnalisme, socmed diatur TNI https://t.co/86c3Tu5gRr
Mengapa wajib #TolakRUUTNI :
1. Kejaksaan, MA & KPP ranah hukum Sipil yg mau diisi TNI.
2. Operasi milir termasuk Cyber, bisa melebar ke ranah Medsos.
3. Presiden dapat mendudukkan militer aktif di jabatan sipil bila diperlukan, bias.
4. Operasi militer tanpa persetujuan DPR. pic.twitter.com/JMmuyFpX79
Sejumlah tokoh dan aktivis juga turut menyampaikan pandangannya melalui media sosial. Mereka mengingatkan bahwa reformasi 1998 telah mengamanatkan pemisahan peran militer dari urusan sipil untuk mencegah kembali terulangnya penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu. Oleh karena itu, publik mendesak agar DPR dan pemerintah lebih transparan serta melibatkan masyarakat dalam pembahasan RUU ini.
Bahas revisi UU TNI di hotel mewah saat Negara lagi efisiensi?
Bahas revisi UU TNI di akhir pekan padahal Negara nggak dalam proses perang kecuali ke warganya sendiri?
Kalau @DPR_RI & Pemerintah semangat & rajin banget begini, biasanya sih ada apa-apanya nih.#TolakRUUTNI pic.twitter.com/8EVPQoa0oi
Detik-detik rapat RUU TNI yang digelar secara tertutup di hotel didobrak oleh Koalisi Masyarakat Sipil.
Kenapa harus tertutup dan dilakukan di hotel begini?#tolakruutni pic.twitter.com/duTXI90QQh
Selain itu, beberapa warganet juga mengkritik bagaimana pembahasan RUU TNI dilakukan di hotel mewah secara tertutup, yang dinilai bertentangan dengan prinsip keterbukaan dalam demokrasi. Mereka menuntut agar seluruh proses revisi undang-undang dilakukan secara resmi di gedung DPR dan disiarkan kepada publik agar masyarakat dapat mengawasi jalannya pembahasan.
Baca juga: Tes Kepribadian Kamu di Dunia Kerja Lewat Kuis 'What Cake R U ?' Begini Cara Mainnya!
Bagaimana Sikap Pemerintah dan DPR?
Dengan semakin besarnya gelombang penolakan dari masyarakat, kini perhatian publik tertuju pada langkah yang akan diambil oleh DPR dan pemerintah. Apakah mereka akan tetap melanjutkan pembahasan RUU ini tanpa perubahan, atau justru membuka ruang diskusi lebih luas agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat?
Di tengah desakan publik yang semakin kuat, transparansi dan keterbukaan menjadi hal yang sangat dinantikan. Jika aspirasi masyarakat tidak didengar, bukan tidak mungkin gelombang protes akan semakin besar, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Bagaimanapun, keputusan terkait RUU TNI ini akan menjadi salah satu indikator utama apakah pemerintah dan DPR benar-benar berkomitmen pada prinsip demokrasi dan reformasi, atau justru sebaliknya.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(dwk)
Tinggalkan Komentar