
Teknologi.id - “Indonesia bisa belajar banyak dari China, khususnya mengingat skala pencapaian yang mereka raih di aspek teknologi dan bisnisnya,” ujar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, dikutip dari Bisnis Indonesia (25 September 2025).
Pernyataan tersebut bukan sekadar pengakuan atas kemajuan negara lain, melainkan refleksi atas kebutuhan mendesak Indonesia untuk mempercepat transformasi hijau. Di tengah tekanan iklim global dan tuntutan daya saing ekonomi, teknologi hijau bukan lagi wacana, tetapi menjadi fondasi baru pembangunan nasional.
China sebagai Cermin Strategis bagi Indonesia
China saat ini bukan hanya negara dengan kapasitas produksi terbesar di dunia, tetapi juga menjadi laboratorium hidup teknologi hijau.
-
Setiap tahun, lebih dari 4,7 juta lulusan STEM (sains, teknologi, teknik, matematika) dihasilkan dari universitas di sana.
-
Ekosistem kendaraan listrik mereka sudah menyeluruh, mulai dari produksi baterai hingga layanan transportasi berbasis energi terbarukan.
-
Teknologi seperti DeepSeek membuktikan lompatan inovasi yang berdampak luas, bahkan hingga ke masyarakat kecil seperti petani dan UMKM.
Menurut AHY, Indonesia bisa memanfaatkan kerja sama dengan China, bukan hanya lewat investasi, tetapi juga pertukaran pelajar, riset bersama, hingga program kebudayaan yang mempertemukan gagasan lintas negara.
Indonesia memiliki cadangan nikel dan kobalt yang melimpah—modal besar untuk masuk rantai pasok global kendaraan listrik. Namun, semua peluang itu hanya akan bermakna jika dibarengi dengan penguatan kapasitas lokal, transfer teknologi, serta kebijakan industri yang pro keberlanjutan.
Teknologi Hijau dan Digital: Dua Poros yang Tak Bisa Dipisahkan
AHY menegaskan, transformasi hijau tidak bisa berjalan sendiri. Ia harus berjalan beriringan dengan transformasi digital.
Di sinilah kecerdasan buatan (AI) berperan penting:
-
Mengelola energi lebih efisien.
-
Memperkirakan cuaca dan iklim untuk pertanian.
-
Meningkatkan sistem transportasi cerdas.
-
Mendorong pertanian presisi yang membantu petani kecil.
Indonesia, kata AHY, perlu membangun ekosistem teknologi yang tidak hanya mengadopsi, tetapi juga menciptakan inovasi sendiri. Generasi muda harus diberi ruang untuk bereksperimen, berkolaborasi, dan menghadirkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Membangun Jalan Hijau Indonesia
Dunia sedang bergerak menuju ekonomi rendah karbon. Negara yang tidak bersiap akan tertinggal.
Indonesia punya modal besar:
-
Sumber daya alam yang melimpah.
-
Posisi geografis yang strategis.
-
Generasi muda yang adaptif terhadap teknologi.
Namun, modal itu harus diolah menjadi kebijakan nyata, infrastruktur hijau, dan budaya inovasi. Kerja sama dengan China bisa menjadi katalis, tetapi Indonesia tetap harus memegang kendali arah pembangunan.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa investasi hijau tidak hanya menguntungkan investor asing, tetapi juga membawa transfer pengetahuan, pelatihan, dan penguatan industri lokal.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Teknologi Hijau dan Manfaatnya Bagi Indonesia
Meniru Bukan Berarti Menyalin
AHY mengingatkan, belajar dari China bukan berarti menyalin semua langkah mereka secara mentah. Yang perlu dipahami adalah prinsip suksesnya:
-
Konsistensi kebijakan.
-
Investasi besar di pendidikan.
-
Keberanian untuk bereksperimen.
Indonesia memiliki karakter, tantangan, dan kebutuhan sendiri. Karena itu, teknologi hijau Indonesia harus sesuai dengan konteks lokal—mulai dari desa hingga kota, dari petani hingga insinyur.
(ipeps)

Tinggalkan Komentar