Matt Deitke, Ilmuwan 24 Tahun yang Dibayar Rp4 Triliun oleh Meta untuk AI Super

Farrah Nur Fadhilah . August 06, 2025

Matt Daike Ilmuwan Muda Dibayar 4 Triliun Oleh Meta


Teknologi.id – Fenomena gaji fantastis di dunia teknologi bukanlah hal baru. Namun, kisah Matt Deitke sukses mengejutkan banyak pihak. Di usia baru 24 tahun, ia berhasil mengamankan kontrak senilai 250 juta dollar AS atau sekitar Rp4 triliun dari Meta, perusahaan teknologi milik Mark Zuckerberg.

Angka ini menjadikannya salah satu ilmuwan AI dengan bayaran tertinggi di dunia—setara atau bahkan melampaui kontrak atlet profesional papan atas. Cerita ini bukan sekadar soal angka, melainkan juga menyoroti betapa berharganya talenta di bidang kecerdasan buatan (AI). Siapa sebenarnya Matt Deitke? Mengapa Meta bersedia menggelontorkan dana sebesar itu? Dan apa dampaknya bagi masa depan industri teknologi?

Siapa Matt Deitke? Profil Jenius AI Berusia 24 Tahun

Nama Matt Deitke memang belum sepopuler Elon Musk atau Sam Altman, tetapi dalam komunitas AI, ia sudah dikenal luas. Ia sempat menjalani program doktoral di University of Washington, namun memilih keluar untuk fokus pada riset AI di industri.

Deitke ahli dalam AI multimodal—sistem cerdas yang bisa memahami dan memproses data gambar, teks, dan suara sekaligus. Ia pernah bekerja di Allen Institute for Artificial Intelligence (AI2), memimpin pengembangan Molmo, chatbot AI multimodal. Ia juga ikut mendirikan Vercept, startup yang mengembangkan agen AI otomatis untuk menyelesaikan berbagai tugas digital tanpa intervensi manusia.

Prestasi internasionalnya diakui, termasuk penghargaan Outstanding Paper Award di NeurIPS 2022—salah satu konferensi AI paling bergengsi di dunia. Karyanya mencakup pengembangan dataset 3D, lingkungan AI realistis, dan model multimodal yang banyak diadopsi perusahaan teknologi global.

Baca juga: Meta Luncurkan Gelang AI sEMG-RD: Bisa Kontrol Komputer Tanpa Sentuhan!

Kisah Perekrutan Deitke: Dari Tawaran Rp2 Triliun ke Rp4 Triliun

Cerita perekrutannya pun dramatis. Meta awalnya menawar kontrak senilai 125 juta dollar AS (sekitar Rp2 triliun) untuk empat tahun, mencakup gaji, bonus, saham, dan insentif. Namun Deitke menolak karena menganggap nilainya belum sepadan dengan kontribusinya.

Mark Zuckerberg turun langsung, bertemu Deitke, dan menggandakan tawaran menjadi 250 juta dollar AS. Bahkan, potensi yang diterima Deitke di tahun pertama mencapai Rp1,6 triliun. Tawaran ini ia terima, menjadikannya salah satu ilmuwan AI dengan bayaran terbesar sepanjang sejarah Meta.

Kenapa Meta Rela Bayar Rp4 Triliun?

Perekrutan ini bagian dari strategi Meta membentuk tim AI superelit untuk mengembangkan superintelligence, AI yang bisa berpikir setara atau melampaui manusia. Zuckerberg menyatakan bahwa Meta siap mengucurkan ratusan miliar dollar untuk infrastruktur dan riset AI.

Sebelum Deitke, Meta juga merekrut Ruoming Pang, eks kepala tim AI Apple, dengan kontrak lebih dari Rp3,2 triliun. Total investasi Meta dalam proyek ini diperkirakan telah menembus Rp16,3 triliun.

Perbandingan dengan Tokoh Bersejarah: Dari Neil Armstrong hingga Oppenheimer

Untuk memberi gambaran: Neil Armstrong hanya dibayar sekitar 27.000 dollar AS per tahun saat mendarat di Bulan (1969), yang kini setara Rp4 miliar per tahun. Deitke menghasilkan jumlah itu hanya dalam 1–2 hari kerja.

Robert Oppenheimer, tokoh Proyek Manhattan, dibayar 10.000 dollar AS per tahun pada 1943—kini setara Rp3,1 miliar. Artinya, pendapatan Deitke 300 kali lipat lebih besar.

Proyek dan Inovasi Deitke: Molmo hingga Vercept

Beberapa proyek unggulan Deitke:

  • Molmo: chatbot AI multimodal yang memproses teks, gambar, dan suara secara bersamaan.

  • Vercept: agen AI otomatis yang menyelesaikan tugas digital seperti membuat laporan dan negosiasi online tanpa bantuan manusia.

  • Riset Dataset 3D & Model Multimodal: menciptakan lingkungan pelatihan AI yang lebih realistis dan adaptif.

Persaingan Perusahaan Teknologi Merebut Talenta AI

Meta bukan satu-satunya pemain. Google DeepMind, OpenAI, Anthropic, dan Microsoft juga bersaing merekrut peneliti AI top dunia. Mereka bahkan menawarkan kompensasi setara klub sepak bola top saat membeli pemain bintang.

Contohnya, OpenAI memberikan saham bernilai jutaan dollar kepada ilmuwan senior, sementara Anthropic dikabarkan menggelontorkan dana besar untuk membajak talenta dari Google dan DeepMind.

Meta kini ingin menjadi “klub elit AI” dengan tim terbaik dunia.

Dampak Gaji Fantastis terhadap Dunia Kerja

Fenomena ini menimbulkan debat. Ramesh Srinivasan, profesor UCLA, menyoroti ketimpangan yang semakin lebar. Di satu sisi, perusahaan membayar ratusan juta dollar kepada segelintir peneliti elit, namun di sisi lain memutus ribuan pekerja seperti moderator konten yang tidak dikategorikan sebagai karyawan tetap.

Ada pula kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan pekerjaan manusia. Ironisnya, sistem AI yang berpotensi mengurangi lapangan kerja justru dikembangkan oleh ilmuwan dengan bayaran luar biasa tinggi.

Baca juga: Meta Siapkan Hadiah Rp 16 Miliar Bagi yang Bisa Temukan Bug WhatsApp Ini!

Penutup: Matt Deitke, Simbol Perang Talenta AI

Kisah Matt Deitke bukan sekadar soal nominal. Ia adalah simbol dari perang global memperebutkan talenta AI. Dalam dunia yang bergerak cepat, ilmuwan muda seperti Deitke adalah aset strategis.

Bagi Meta, membayar Rp4 triliun adalah investasi untuk masa depan superintelligence. Bagi dunia, ini adalah sinyal kuat bahwa AI telah mengubah arah karier, struktur ekonomi, dan peta persaingan global.

Pertanyaannya, apakah fenomena ini akan menjadi hal wajar di masa depan? Atau justru memperlebar jurang ketimpangan?

Yang jelas, industri AI telah memasuki babak baru—dan Matt Deitke adalah salah satu tokoh utamanya.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(fnf)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar