
Teknologi.id – Kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT kini bukan hanya digunakan untuk mencari informasi. Di kalangan anak muda, AI ini mulai dianggap sebagai teman curhat hingga penentu keputusan hidup. Sam Altman, CEO OpenAI, menyampaikan kekhawatirannya atas fenomena ini yang menurutnya “berbahaya dan cukup buruk”.
Ketergantungan Emosional pada ChatGPT: AI Jadi 'Teman Virtual'
Altman membagikan sebuah cerita dari pengguna muda yang merasa kesulitan mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan ChatGPT. Remaja tersebut bahkan menganggap ChatGPT sebagai teman yang memahami dirinya lebih baik daripada orang lain.
Fenomena ini menunjukkan bahwa AI kini telah melewati batas sebagai alat bantu, dan mulai mengambil peran emosional dalam kehidupan penggunanya. Altman menyebut kondisi ini sebagai ketergantungan emosional berlebihan yang dapat berdampak negatif dalam jangka panjang.
Baca juga: Sam Altman Peringatkan: Wahai Anak Muda, Jangan Umbar Rahasia ke ChatGPT!
Fakta Mengejutkan dari Laporan Common Sense Media
Kekhawatiran Altman bukan tanpa dasar. Laporan terbaru dari Common Sense Media mengungkap bahwa:
-
72% remaja menggunakan AI seperti ChatGPT sebagai “teman”.
-
52% remaja memanfaatkannya untuk tugas-tugas rutin.
-
23% remaja usia 15-17 tahun benar-benar mempercayai saran AI.
-
27% remaja lainnya mengaku “agak percaya”.
-
Sementara itu, 50% remaja justru tidak mempercayai nasihat dari AI.
Data ini menegaskan bahwa AI semakin memiliki peran dalam pengambilan keputusan pribadi, termasuk nasihat emosional dan sosial.
Peringatan Keras: Jangan Serahkan Keputusan Hidup ke AI
Altman menegaskan bahwa meskipun ChatGPT dapat memberikan saran logis, mengandalkan AI untuk mengambil keputusan hidup adalah hal yang salah dan berisiko. Ia mengajak anak muda untuk lebih bijak dalam menggunakan AI sebagai referensi, bukan sebagai penentu hidup.
Rahasia Pribadi Tidak Aman di ChatGPT
Isu privasi juga menjadi perhatian utama. Altman memperingatkan pengguna, terutama generasi muda, agar tidak membagikan rahasia pribadi kepada ChatGPT, karena:
-
Percakapan dengan AI tidak dilindungi secara hukum seperti interaksi dengan psikolog, pengacara, atau dokter.
-
OpenAI tidak menginginkan data sensitif pengguna, tapi sistem bisa saja menyimpan data jika fitur privasi tidak diaktifkan.
OpenAI sendiri menyediakan opsi “Chat History Off” bagi pengguna berbayar untuk menjaga percakapan tetap privat. Namun, para pakar menilai banyak pengguna yang masih keliru mengira bahwa obrolan dengan chatbot adalah rahasia mutlak.
Urgensi Regulasi dan Perlindungan Pengguna AI
Meningkatnya interaksi personal dengan AI mendorong desakan terhadap regulasi yang lebih ketat. Altman menekankan pentingnya:
-
Perlindungan hukum untuk data pribadi pengguna.
-
Aturan etis dalam pengembangan dan penggunaan AI.
-
Edukasi digital agar pengguna, khususnya remaja, memahami batasan teknologi ini.
Baca juga: Pencipta ChatGPT Sam Altman: Pekerjaan Ini Akan Hilang Total karena AI!
Kesimpulan: Bijak dalam Menggunakan AI, Jangan Tergantung
Pesan utama dari Sam Altman sangat jelas: AI harus menjadi alat bantu, bukan pengganti penilaian manusia. Ketergantungan berlebihan terhadap ChatGPT untuk keputusan hidup atau masalah pribadi bisa menimbulkan dampak serius, baik secara emosional maupun hukum.
Fenomena ini menjadi pengingat penting akan perlunya literasi AI, kesadaran privasi digital, dan pengawasan regulatif yang tepat demi menjaga pengguna tetap aman di era teknologi yang semakin canggih.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ak)