Teknologi.id - Mark Zuckerberg kembali jadi sorotan. Bukan soal media sosial Meta-nya kali ini, tapi karena langkah agresifnya dalam dunia kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence). Ya, Mark Zuckerberg cari ahli AI untuk membentuk tim baru bernama Superintelligence—tim elite berisi para pakar AI terbaik dunia yang kabarnya akan berisi sekitar 50 orang saja.
Yang bikin heboh? Gaji yang ditawarkan tidak main-main. Menurut laporan yang ramai beredar, Zuckerberg secara pribadi menawarkan bayaran hingga Rp 13 miliar per bulan atau sekitar USD 10 juta per tahun untuk kandidat terpilih. Bukan dalam bentuk saham saja, melainkan juga uang tunai langsung. Tak heran jika kabar ini langsung menarik perhatian dunia teknologi global.
Cari Ahli AI, Mark Zuckerberg Turun Langsung
Biasanya proses rekrutmen dilakukan lewat HRD atau agensi khusus. Tapi untuk proyek ini, Zuck memilih cara berbeda. Ia dilaporkan mendatangi langsung para kandidat ke rumah mereka—di wilayah seperti Lake Tahoe dan Palo Alto, Amerika Serikat.
Menurut Deedy Das, seorang mitra di perusahaan modal ventura Menlo Ventures, ini adalah pendekatan personal yang jarang terjadi di industri teknologi. Zuckerberg disebut secara langsung berdiskusi dan bernegosiasi dengan para calon anggota tim AI-nya.
"Zuck secara pribadi menawarkan kompensasi hingga USD 10 juta setahun. Saya belum pernah melihat tawaran seperti itu sebelumnya," kata Das lewat unggahan di LinkedIn.
Tim Superintelligence: Untuk Apa Sebenarnya?
Tim ini diberi nama “Superintelligence” dan merupakan bagian dari ambisi Meta dalam membangun sistem kecerdasan buatan yang dapat menyaingi atau bahkan melampaui kemampuan manusia. Ini adalah langkah strategis Meta untuk mengejar ketertinggalan dari pesaing beratnya seperti Google DeepMind, OpenAI, dan Anthropic.
Meski belum dijelaskan secara rinci apa saja yang akan dikembangkan, banyak pihak meyakini tim ini akan menjadi tulang punggung pengembangan model AI canggih Meta—yang ke depannya mungkin akan diintegrasikan ke dalam platform seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, dan bahkan perangkat keras Meta seperti kacamata AR atau headset VR.
Siapa Saja yang Sudah Bergabung?
Strategi Zuckerberg ternyata membuahkan hasil. Jack Rae, peneliti utama di Google DeepMind, disebut sudah bergabung ke tim ini. Begitu juga dengan Johan Schalkwyk, ahli pembelajaran mesin dari startup Sesame AI. Nama-nama ini bukan orang sembarangan. Mereka punya rekam jejak panjang di dunia AI dan pernah memimpin proyek penting di perusahaan sebelumnya.
Namun, tidak semua tergoda. Beberapa kandidat masih memilih bertahan di perusahaan seperti OpenAI atau Anthropic. Alasannya beragam—mulai dari akses terhadap infrastruktur komputasi canggih, loyalitas terhadap visi perusahaan, hingga kenyamanan kerja dan tim yang sudah terjalin.
Fakta menarik lainnya adalah jumlah pakar AI di dunia sangat terbatas. Menurut laporan Fortune, hanya ada kurang dari 1.000 orang di seluruh dunia yang benar-benar ahli dalam membangun model AI tercanggih.
Karena itulah, perang talenta di bidang ini makin panas. Perusahaan seperti Meta, Google, Microsoft, hingga startup seperti Anthropic berlomba menawarkan kompensasi besar demi menarik para ahli.
Data dari SignalFire juga menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan besar menjaga para talenta AI mereka. Misalnya, tingkat retensi (retention rate) karyawan di Anthropic mencapai 80 persen, tertinggi di antara pemain besar lainnya. Sementara itu, Google DeepMind berada di angka 78 persen, dan Meta hanya 64 persen.
Baca Juga : Inilah Teknologi Pengganti Smartphone Versi Mark Zuckerberg dan Elon Musk
Investasi Jumbo Meta
Tak hanya menggoda dengan gaji besar, Meta juga mengucurkan dana jumbo untuk memperkuat posisinya. Salah satu langkah besarnya adalah rencana investasi USD 15 miliar (sekitar Rp 240 triliun) untuk membeli 49 persen saham Scale AI, perusahaan penyedia data pelatihan AI yang dipimpin oleh Alexandr Wang.
“Kolaborasi dengan Scale AI akan membantu kami menghasilkan data berkualitas tinggi untuk melatih model AI kami,” tulis Meta dalam pernyataan resminya.
Gaji Fantastis: Siapa yang Tak Tergiur?
Jika dihitung secara kasar, gaji yang ditawarkan bisa mencapai Rp 13,5 miliar per bulan. Itu belum termasuk fasilitas lain, seperti saham, akses ke infrastruktur kelas dunia, dan tentu saja nama besar Meta di belakangnya.
Namun menurut Deedy Das, tidak semua orang bisa dibeli. “Banyak orang bisa tergoda kalau harganya tepat. Tapi ada juga yang memang sudah terlalu sukses atau terlalu idealis untuk bisa dibeli,” ujarnya.
Artinya, meskipun uang adalah faktor besar, ia bukan satu-satunya hal yang menentukan dalam dunia AI. Beberapa peneliti masih lebih memilih perusahaan dengan filosofi yang selaras dengan nilai pribadi mereka.
Baca Juga : Mark Zuckerberg Klaim AI Open-Source Adalah Masa Depan Teknologi, Ini Penjelasannya
Masa Depan Meta di Dunia AI
Apa sebenarnya yang ingin dicapai Zuckerberg dengan membentuk tim super AI ini? Dari berbagai sumber, tampaknya ia ingin menciptakan sistem AI yang benar-benar cerdas—bukan sekadar chatbot atau asisten virtual biasa.
Zuckerberg ingin Meta menjadi pemimpin di dunia AI, sejajar (atau melampaui) OpenAI dan Google. Namun, tantangannya tentu tak kecil. Mengembangkan AI supercanggih membutuhkan tidak hanya talenta, tapi juga sumber daya komputasi, data berkualitas tinggi, dan waktu yang tidak singkat.
Langkah ini juga menjadi taruhan besar. Bila berhasil, Meta bisa menjadi kekuatan dominan dalam dunia AI. Namun jika gagal, investasi besar ini bisa menjadi beban finansial bagi perusahaan.
Langkah Mark Zukerberg cari ahli AI dengan tawaran gaji miliaran rupiah per bulan menandai betapa seriusnya Meta membangun masa depan kecerdasan buatan. Tim Superintelligence bukan sekadar proyek biasa, melainkan misi ambisius untuk menciptakan AI yang bisa membawa perubahan besar dalam dunia teknologi.
Apakah ini akan menjadi gebrakan sukses seperti Facebook dulu, atau justru pertaruhan berisiko tinggi? Waktu yang akan menjawab.
(fnf)
Tinggalkan Komentar