Sumber: Reuters
Teknologi.id - Ketegangan antara Amerika Serikat dan China di bidang teknologi memang seolah tak ada habisnya. Setelah sempat memberlakukan pembatasan ekspor software desain chip ke China, kini pemerintah AS memutuskan mencabut larangan tersebut. Tapi jangan senang dulu, karena di sisi lain, AI buatan China justru mulai dilarang beredar di instansi pemerintah AS.
Baca juga: Xiaomi Pad 7 Ultra Meluncur di China dengan Super Besar dan Chip XRING 01
Kabar pencabutan larangan itu diumumkan pada Kamis (3/7/2025), berdasarkan keterangan resmi dari Biro Industri dan Keamanan (Bureau of Industry and Security/BIS) di bawah Departemen Perdagangan AS. Dalam surat edaran yang dikirimkan ke sejumlah perusahaan software desain chip (Electronic Design Automation/EDA) seperti Synopsys, Cadence Design Systems, dan Siemens, disebutkan bahwa larangan ekspor teknologi mereka ke China telah “dibatalkan dan segera berlaku.”
Larangan yang Hanya Bertahan Enam Pekan
Untuk diketahui, software EDA merupakan elemen penting dalam proses perancangan, pengujian, dan validasi chip semikonduktor, yaitu komponen utama dalam berbagai perangkat elektronik, termasuk sistem militer dan teknologi canggih.
Larangan ekspor software EDA ke China pertama kali diberlakukan pada akhir Mei 2025. Saat itu, AS berdalih bahwa teknologi desain chip telah disalahgunakan oleh China untuk kepentingan militer dan ekspansi industri strategis yang berpotensi menyaingi dominasi teknologi AS.
Namun larangan itu hanya bertahan sekitar enam pekan saja. Pada 2 Juli 2025, Synopsys menerima surat resmi dari BIS yang menyatakan pencabutan larangan berlaku efektif. Siemens juga menyampaikan hal serupa, dengan menyebutkan bahwa mereka sudah tidak lagi dibatasi sejak 3 Juli.
BIS sendiri tidak secara gamblang menjelaskan alasan di balik pencabutan kebijakan tersebut. Tapi dari laporan yang beredar, keputusan ini adalah bagian dari kesepakatan tak tertulis antara dua negara raksasa ekonomi dunia itu.
Barter Diam-Diam: Teknologi vs Logam Langka
Sumber dari Tom’s Hardware menyebutkan bahwa kebijakan ekspor AS terhadap software EDA merupakan respons atas kebijakan China yang membatasi ekspor logam tanah jarang—bahan penting untuk industri teknologi dan pertahanan AS.
China diketahui menguasai sebagian besar pasokan logam tanah jarang global. Ketika mereka mengetatkan ekspor logam strategis seperti germanium dan galium, AS langsung bereaksi dengan mempersulit akses China terhadap teknologi chip canggih.
Namun dalam pertemuan bilateral baru-baru ini, tercapai kesepakatan informal. China bersedia mempercepat izin ekspor logam tanah jarang, dan sebagai gantinya, AS bersedia melonggarkan pembatasan ekspor software EDA dan komponen lain seperti mesin pesawat dan etana.
DeepSeek Masuk Daftar Hitam di AS
Walau terlihat membuka pintu kerja sama di satu sisi, AS tetap waspada terhadap teknologi buatan China, terutama dalam bidang kecerdasan buatan (AI). Pada Maret 2025, pemerintah federal AS resmi melarang penggunaan aplikasi chatbot AI asal China, DeepSeek, di perangkat milik pemerintah.
Larangan tersebut diberlakukan di berbagai lembaga tinggi seperti Departemen Perdagangan, Kantor Administrasi DPR AS, Pentagon, NASA, hingga Angkatan Laut. Bahkan, rancangan undang-undang baru tengah disusun untuk melarang penggunaan DeepSeek di seluruh lembaga pemerintahan dan wilayah hukum AS.
Dalam surat edaran internal yang dikirimkan ke pegawai pemerintah, disebutkan dengan tegas agar tidak mengunduh, membuka, maupun mengakses DeepSeek dalam bentuk apapun, baik aplikasi desktop maupun versi web.
Meskipun belum ada pernyataan resmi dari DeepSeek ataupun otoritas China, langkah ini semakin menegaskan kekhawatiran AS akan potensi penyalahgunaan data atau aktivitas spionase digital yang bisa saja terjadi melalui aplikasi AI buatan luar negeri.
Masih Ada Ketegangan di Balik Relaksasi
Meski larangan ekspor software desain chip ke China telah dicabut, hubungan kedua negara tetap dibayangi ketegangan geopolitik dan persaingan strategis. Saling blokir teknologi, pembatasan ekspor, hingga perang dagang kecil-kecilan adalah bagian dari skenario besar persaingan hegemoni di era digital.
AS mungkin melonggarkan satu keran, tetapi menutup keran lain. China pun tampaknya tak tinggal diam, terus mengembangkan kemampuan teknologi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada Barat.
Kebijakan saling sandera antara dua negara ini bukan hanya menyangkut teknologi, tapi juga strategi geopolitik jangka panjang. Teknologi bukan lagi sekadar alat produksi—ia kini menjadi alat kekuasaan.
Baca juga: Xiaomi 15S Pro Rilis, HP Pertama dengan Chip Xring O1 & Skor AnTuTu 3 Juta
Kapan Damai Teknologi Bisa Terwujud?
Pencabutan larangan ekspor EDA memang memberikan napas segar bagi industri chip global. Namun kebijakan ini lebih terlihat sebagai strategi tawar-menawar daripada bentuk kerjasama yang tulus. Di saat bersamaan, pemblokiran aplikasi seperti DeepSeek menunjukkan bahwa kepercayaan antara dua negara belum sepenuhnya pulih.
Selama AS dan China masih berlomba dalam arena dominasi digital dan AI, dunia tampaknya harus bersiap dengan gelombang perubahan dan kebijakan proteksionis lainnya. Mungkin, pertarungan yang sesungguhnya bukan di medan perang fisik, tapi di server, kode, dan jaringan kecerdasan buatan yang terus berkembang.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)
Tinggalkan Komentar