Indonesia Pimpin WIPO: Tuntut Aturan Royalti Digital Wajib bagi Spotify & YouTube

Algis Akbar . December 02, 2025

Foto: thejakartapost.com

Teknologi.id - Di tengah ledakan industri streaming dan konsumsi konten digital, para pencipta musik, film, dan seni secara ironis sering kali hanya menerima bagian kecil dari miliaran dolar pendapatan yang dihasilkan karya mereka. Sementara platform teknologi global seperti Spotify dan YouTube meraup keuntungan substansial, royalti yang sampai ke tangan kreator seringkali mengalami pemotongan signifikan akibat sistem distribusi yang dinilai tidak transparan dan tidak adil. Merespons ketidakadilan struktural ini, Indonesia mengambil peran kepemimpinan dengan mengajukan proposal revolusioner di forum internasional untuk menuntut perubahan aturan. Langkah strategis ini tidak hanya bertujuan melindungi kreator domestik, tetapi juga menjadi seruan global agar hak ekonomi seni dan kekayaan intelektual tidak lagi menjadi korban dominasi algoritma dan raksasa data.

Indonesia Pimpin Perjuangan di Sidang WIPO Jenewa

Pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan dokumen penting berjudul "Proposal Indonesia untuk Instrumen Internasional yang Mengikat Secara Hukum mengenai Tata Kelola Royalti Hak Cipta di Lingkungan Digital" pada Senin, 1 Desember 2025. Proposal ini disampaikan dalam sidang Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) di bawah naungan World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss. Sidang penting yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 5 Desember 2025 ini dihadiri oleh delegasi dari 194 negara anggota WIPO.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno, didampingi oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Hermansyah Siregar, serta Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum Kemenkumham Andry Indradi. Inisiatif ambisius ini telah digagas sejak Mei 2025 atas arahan Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas. Tujuan utama proposal ini adalah menciptakan aturan yang mengikat secara hukum (bukan sekadar soft law) untuk mengatasi ketimpangan royalti digital, di mana para pencipta hanya menerima sebagian kecil dari total pendapatan industri kreatif global yang bernilai lebih dari US$2,3 triliun per tahun.

Baca juga: Swedia Jadi Pelopor! Lisensi Musik AI Pertama di Dunia untuk Lindungi Kreator

Tiga Pilar Utama Menjawab Ketidakadilan Struktural

Foto: mediaindonesia.com

Proposal Indonesia mengidentifikasi empat persoalan struktural yang menjadi akar ketidakadilan dalam ekosistem royalti digital: pertama, metadata fonogram dan audiovisual yang terfragmentasi; kedua, ketergantungan pada model pembagian royalti yang dinilai tidak adil; ketiga, perbedaan penilaian royalti yang signifikan antarnegara; dan keempat, tata kelola distribusi yang sama sekali tidak transparan. Menurut estimasi gabungan dari UNESCO dan Bank Dunia, sekitar US$55,5 miliar potensi royalti musik dan audiovisual hilang setiap tahun akibat sistem yang rapuh ini.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, proposal Indonesia mengusulkan pembentukan instrumen yang mengikat secara hukum dengan tiga pilar mendasar:

1. Standarisasi Metadata Global: Mewajibkan standarisasi metadata untuk fonogram dan karya audiovisual di seluruh dunia. Tujuannya agar setiap karya tercatat secara akurat, memastikan nilai ekonomi danhak cipta pemiliknya jelas. 

2. Kewajiban Transparansi: Mewajibkan transparansi penuh pada proses lisensi, penggunaan, dan distribusi royalti lintas negara, termasuk pemberian akses data pemutaran global kepada para pencipta. 

3. Mekanisme Akuntabilitas dan Sanksi: Pembentukan mekanisme pengawasan melalui audit internasional, disertai dengan sanksi hukum yang tegas bagi pelanggar, memastikan bahwa prinsip transparansi memiliki daya paksa. 

Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno menekankan urgensi keadilan ini di hadapan sidang WIPO. "Seringkali, pencipta hanya menerima sebagian kecil dari pendapatan yang dihasilkan oleh karya mereka sendiri. Realitas ini bukan semata-mata persoalan ekonomi, melainkan persoalan keadilan, kewajaran, dan pengakuan moral," tegasnya.

Baca juga: YouTube Punya Fitur AI Baru untuk Bikin Musik Bebas Klaim Hak Cipta

Dampak Ekonomi dan Pesan Keadilan dari Indonesia

Proposal ini memiliki potensi besar untuk mengubah dinamika industri kreatif digital global. Di pasar musik, di mana lebih dari 67% didominasi streaming, pencipta hanya menerima potongan kecil. Bagi Indonesia, dengan sistem royalti yang lebih adil dan akses data yang transparan, nilai ekonomi musik dan audiovisual bisa meningkat triliunan rupiah per tahun. Ini mencakup optimalisasi royalti yang selama ini tidak terealisasi dan akses data negara konsumsi tertinggi.

Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengingatkan bahwa akar persoalan royalti global adalah dominasi data. "Dalam ekosistem digital, siapa yang menguasai data, dialah yang menguasai nilai." Ia juga menambahkan bahwa tanpa adanya kewajiban hukum yang tegas dan sanksi, transparansi hanya akan menjadi "komitmen moral yang tidak memiliki daya paksa."

Langkah diplomasi ini menegaskan tanggung jawab negara untuk melindungi hak ekonomi para kreatornya secara global. Di sela-sela sidang, Indonesia telah melakukan pertemuan bilateral dengan berbagai kelompok seperti GRULAC (Amerika Latin dan Karibia), Jepang, dan Amerika Serikat untuk membangun dukungan. Supratman mengakhiri pesannya dengan optimisme, "Tetaplah berkarya dan percayalah bahwa negara sedang memperjuangkan hak Anda, bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di hadapan dunia."

Pengajuan proposal ini menandai komitmen Indonesia untuk memimpin perjuangan demi terciptanya tatanan royalti digital yang lebih adil. Jika proposal ini mendapatkan dukungan luas, ia dapat menjadi katalisator perubahan struktural di industri kreatif, menciptakan dunia di mana pencipta tidak lagi sekadar menjadi penonton di pesta digital yang mereka ciptakan sendiri.

Baca juga: Spotify Luncurkan Fitur Messages: Cara Baru Berbagi Musik, Podcast, dan Audiobook

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(AA/ZA)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar