Teknologi.id - Perkembangan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) sekarang makin bikin geleng-geleng kepala. Dulu, AI cuma dipakai buat ngatur jadwal, bantu cari jalan, atau bikin konten gambar dan video. Tapi sekarang? AI bisa tebak emosi kamu hanya lewat kamera depan ponsel.
Bukan sulap, bukan sihir. Ini benar-benar sudah terjadi. Sebuah startup teknologi kesehatan asal Prancis, Emobot, berhasil mengembangkan aplikasi AI yang bisa mengenali dan mengukur emosi manusia dalam waktu nyata, hanya cukup dengan memanfaatkan kamera selfie.
AI Bisa Tebak Emosi Seperti Aplikasi Emobot
Emobot bukan aplikasi biasa. Ini adalah alat medis yang sudah digunakan oleh ratusan pasien di Prancis. Dalam wawancara dengan media Inggris The Metro, salah satu pendiri Emobot, Samuel Lerman, menyebutkan bahwa aplikasi ini dibuat untuk membantu psikiater dalam memantau kondisi emosional pasien mereka.
Cara kerjanya? Mirip termometer, tapi bukan buat ngukur suhu tubuh, melainkan buat ngukur mood. Kamera selfie akan mengambil gambar wajah pengguna setiap detik, lalu sistem AI menganalisis ekspresi mikro wajah dan menghasilkan “heat map” emosi.
Emosi pengguna diklasifikasikan ke dalam kategori seperti:
- Senang
- Rileks
- Puas
- Bosan
- Marah
- Sedih
Hasil analisis ini digunakan untuk memantau perubahan mood secara konsisten dan membantu dokter memahami respons pasien terhadap pengobatan.
Baca Juga : Pawai Robot di Monas Hebohkan Publik, Polri Ungkap Alasan dan Rencana Besar
AI yang Bekerja di Latar Belakang
Nah, yang bikin unik, kamera depan ponsel bakal selalu aktif di latar belakang. Jadi, pengguna gak perlu ngapa-ngapain. Cukup hidupin aplikasi, dan AI bakal mulai “mengamati” ekspresi wajah kamu.
Tentu aja hal ini langsung bikin banyak orang penasaran dan bertanya-tanya, “Apa enggak bahaya privasinya?”
Samuel Lerman sadar betul soal ini. Menurutnya, tim Emobot awalnya juga ragu karena konsep kamera aktif 24/7 bisa terasa mengganggu. Apalagi, versi mendatang dari aplikasi ini juga akan dilengkapi kemampuan mendengarkan nada suara pengguna lewat mikrofon ponsel.
Tapi jangan panik dulu. Lerman menjamin bahwa semua pemrosesan dilakukan secara lokal di perangkat. Gambar wajah tidak dikirim ke server, tidak disimpan, dan langsung dihapus setelah dianalisis. Jadi, data tetap aman dan tidak keluar dari ponsel.
“Kamera selalu aktif di latar belakang. Kami sempat ragu soal ini, tapi ternyata tanggapan dari pengguna cukup positif,” ujar Lerman kepada The Metro, Selasa (1/7/2025).
Bukan Sekadar Mainan, Tapi Alat Medis
Yang membuat Emobot beda dari aplikasi pengenal wajah biasa adalah statusnya sebagai perangkat medis resmi. Aplikasi ini bahkan digunakan langsung oleh para psikiater profesional, yang meresepkannya kepada pasien sebagai bagian dari terapi atau pemantauan pasca-pengobatan.
Tujuannya bukan cuma sekadar tahu kamu lagi senang atau sedih, tapi benar-benar membantu dalam proses diagnosis. Misalnya, membedakan depresi dengan gangguan bipolar, yang biasanya butuh waktu bertahun-tahun untuk diidentifikasi lewat metode konvensional.
Dengan Emobot, perubahan mood yang drastis bisa dikenali lebih cepat. AI juga bisa memberi sinyal awal jika pasien berpotensi kambuh atau sedang dalam kondisi mental yang menurun.
Baca Juga : Opera Air Resmi Meluncur, Ada Fitur Unik yang Bantu Jaga Kesehatan Mentalmu!
AI Bisa Menebak Emosi, Tapi Belum Bisa Merasa
Meski teknologinya canggih, penting buat kita sadari bahwa AI cuma bisa menebak, bukan merasa. AI tidak punya pengalaman emosional seperti manusia. Dia bisa bilang “kamu tampak sedih,” tapi dia gak bisa benar-benar tahu kenapa kamu sedih atau apa yang kamu rasakan di dalam hati.
Inilah batasan utama AI saat ini. Ia bisa mengenali pola—dari senyum, kerutan dahi, hingga nada suara—tapi tidak bisa merasakan empati. Jadi, secanggih apa pun AI, koneksi emosional sejati tetap hanya bisa datang dari manusia ke manusia.
Serupa tapi Tak Sama: AI di Dunia Kerja
Teknologi serupa sebenarnya sudah digunakan di tempat lain, misalnya di kantor-kantor yang ingin memantau produktivitas karyawan. AI bisa mendeteksi apakah karyawan sedang menatap layar, melamun, atau tampak kelelahan. Namun, teknologi seperti ini sering memicu kritik soal pengawasan berlebihan (over-surveillance).
Dalam kasus Emobot, walaupun konsepnya mirip, tujuannya sangat berbeda—lebih kepada pemantauan kesehatan mental, bukan pengawasan performa kerja. Tapi tetap saja, transparansi dan izin pengguna menjadi kunci utama agar teknologi ini tidak disalahgunakan.
Potensi Besar di Dunia Psikiatri
Teknologi seperti Emobot bisa menjadi game changer di dunia kesehatan jiwa. Banyak pasien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaan mereka secara verbal. Dengan bantuan AI, dokter bisa mendapatkan data obyektif tentang kondisi pasien sepanjang hari, bukan hanya saat sesi konsultasi.
Beberapa manfaat potensialnya antara lain:
- Mempercepat diagnosis gangguan kejiwaan
- Membantu memantau dampak obat antidepresan atau terapi
- Memberi sinyal dini terhadap risiko bunuh diri atau kekambuhan
- Menyediakan log emosi yang akurat dan real-time
Namun, semua manfaat ini tentu harus dibarengi dengan perlindungan data yang ketat dan regulasi yang jelas.
Antara Inovasi dan Etika
Di satu sisi, ini adalah lompatan besar dalam dunia medis. Tapi di sisi lain, banyak orang yang khawatir. Karena di balik kemampuan AI yang “bisa menebak emosi,” ada risiko besar jika data disalahgunakan.
Bayangkan kalau teknologi ini jatuh ke tangan perusahaan yang ingin mengevaluasi pegawai, atau bahkan dipakai oleh pemerintah untuk memantau warganya.
Oleh karena itu, pengembang seperti Emobot harus memastikan bahwa:
- Data benar-benar tidak keluar dari perangkat
- Tidak ada pemantauan tanpa izin
- Pengguna bisa menonaktifkan kamera atau mikrofon
- Sistem diaudit secara terbuka dan berkala
Teknologi sudah sampai pada titik di mana AI bisa tebak emosi hanya dari ekspresi wajah dan nada suara. Aplikasi seperti Emobot membuktikan bahwa AI tidak cuma pintar secara logika, tapi juga bisa jadi alat bantu untuk memahami sisi emosional manusia.
Namun kita juga harus ingat, teknologi hanyalah alat. Sebagus apa pun AI, manusia tetap butuh manusia. Karena empati, kasih sayang, dan perasaan itu gak bisa diproses oleh chip atau algoritma.
Jadi, meskipun AI bisa bantu kamu kenali perasaanmu, jangan lupa ngobrol dan curhat juga ke orang-orang terdekat. Karena pada akhirnya, hanya sesama manusialah yang bisa benar-benar mengerti, bukan hanya menebak.
Baca berita lainnya di Google News.
(fnf)
Tinggalkan Komentar