Anak Muda RI Disekap dan Dipaksa Jadi Penipu Bermodus AI di Myanmar

Mohammad Owen . May 28, 2025

Tertipu lowongan kerja, anak muda Indonesia disekap dan dipaksa menipu pakai AI di kamp Myanmar dan Kamboja.

Sumber: Freepik

Teknologi.id - Di era digital yang serba cepat, banyak anak muda Indonesia bermimpi bekerja di dunia teknologi global. Tawaran lowongan kerja dengan gaji besar dan kesempatan tinggal di luar negeri begitu menggoda, terutama di platform seperti Telegram dan Facebook. Tapi di balik janji-janji manis itu, tersembunyi mimpi buruk yang mengerikan: penipuan, penyekapan, hingga eksploitasi oleh sindikat kriminal internasional.

Baca juga: Breaking! Gempa M 7,7 Guncang Myanmar hingga Thailand, Jembatan dan Gedung Runtuh!

Fenomena ini bukan fiksi. Dalam laporan investigasi terbaru dari Rest of The World berjudul “AI scam factories force trafficked workers to defraud global victims,” ratusan hingga ribuan anak muda Indonesia menjadi korban jaringan perdagangan manusia berkedok lowongan kerja digital.

Dari Influencer Jadi Korban

Salah satu korban bernama Dicky Wahyudin, pria 25 tahun asal Jawa Barat yang semula mengira dirinya akan bekerja sebagai digital marketer di perusahaan e-commerce ternama di Asia Tenggara. Sebagai influencer media sosial, Dicky sangat antusias saat membaca lowongan kerja itu di Telegram. Ia bahkan membawa perlengkapan kontennya, dari kostum hingga sepatu, karena yakin akan menciptakan konten menarik dari Thailand.

Namun realitas berkata lain. Setibanya di Bandara Bangkok, ia justru diculik dan dibawa ke Myanmar. Di sana, ia dikurung dalam kompleks berdinding tinggi dan dijaga ketat. Tugasnya? Menipu orang-orang di aplikasi kencan China agar menginvestasikan uang mereka ke dalam platform palsu. Targetnya bukan main: minimal 10.000 dollar AS per bulan dari setiap korban.

Teknologi canggih jadi senjata utama. Dari deepfake hingga voice cloning, semuanya digunakan untuk membuat tipuan lebih meyakinkan. Panggilan video dengan wajah palsu, suara hasil rekayasa AI dari potongan audio 20 detik, hingga interaksi manis penuh cinta dibuat hanya untuk satu tujuan, menguras uang korbannya.

Lulusan IT pun Terjebak

Dicky bukan satu-satunya. Seorang lulusan IT berusia 26 tahun dari Sumatera Barat juga mengalami nasib serupa. Setelah gagal menjalani bisnis distribusi buah, ia mencoba kembali ke dunia IT dan menemukan lowongan sebagai spesialis SEO di perusahaan yang katanya berbasis di Singapura.

Setelah menjalani wawancara lewat Telegram, ia diterbangkan ke Kamboja dan ditempatkan di sebuah "kantor satelit." Tapi semuanya berubah ketika paspornya disita. Ia dikirim ke kompleks yang dijaga bersenjata, dipaksa bekerja 15 jam sehari untuk menipu orang dari berbagai negara.

Ia mengaku harus berpura-pura jatuh cinta pada target lewat media sosial dan aplikasi kencan. Bahkan ia menggunakan teknologi deepfake untuk tampil sebagai perempuan cantik di video call, dan menyamar dengan suara AI. Targetnya gila-gilaan: 40.000 dollar per bulan. Jika gagal, ia dijual ke kamp penipuan lain.

Selama di sana, ia hanya dibayar kurang dari setengah dari gaji yang dijanjikan.

Mimpi Buruk Ribuan Anak Muda

Kementerian Luar Negeri Indonesia mencatat bahwa sejak 2020, lebih dari 6.700 warga negara Indonesia menjadi korban penipuan lowongan kerja palsu. Mayoritas korban adalah anak muda yang ingin bekerja fleksibel di bidang teknologi, suatu mimpi yang berakhir di balik tembok kompleks penipuan.

Penipuan yang dilakukan dari kamp-kamp ini telah menyebabkan kerugian global yang luar biasa. Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat mencatat bahwa warga AS kehilangan 12,5 miliar dollar hanya tahun lalu akibat penipuan investasi, banyak di antaranya berasal dari kamp penipuan seperti ini. Total keuntungan sindikat ini secara global diperkirakan mencapai 40 miliar dollar AS per tahun.

Perlawanan dari Pemerintah dan Platform

Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, menyebut bahwa pemerintah Indonesia telah menghentikan lebih dari 7.000 rekrutmen ilegal secara online. Sebuah divisi khusus pun dibentuk untuk menangani kejahatan ini.

Sementara itu, platform digital seperti Telegram dan Meta mengklaim telah mengambil tindakan. Telegram menyatakan bahwa sistem anti-spam mereka memblokir jutaan pesan penipuan setiap hari. Meta menyebut telah menghapus lebih dari 7 juta akun sejak 2024, dan bekerja sama dengan penegak hukum lintas negara.

Namun pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menilai langkah-langkah ini masih belum cukup. Menurutnya, skema penipuan ini sangat mudah direplikasi. “Cuma butuh satu-dua orang buat bikin sistem penipuan seperti ini. Bahkan pekerja tak terampil bisa belajar alurnya dalam sehari,” katanya.

Baca juga: Mengapa Indonesia ‘Diam’ Terhadap Kudeta Militer di Myanmar?

Jalan Panjang Menuju Perlindungan

Kisah-kisah memilukan dari Dicky dan banyak korban lainnya adalah alarm keras bagi kita semua. Dunia kerja digital memang menjanjikan kemudahan dan kemewahan, tapi tanpa edukasi dan kewaspadaan, bisa menjadi jebakan yang mengerikan.

Di saat dunia semakin terhubung lewat teknologi, penipuan pun ikut berevolusi. Bukan lagi sekadar email warisan jutawan Nigeria, melainkan kini melibatkan teknologi tinggi dan strategi psikologis yang kompleks.

Indonesia mungkin baru mulai melawan, tapi pertempuran melawan sindikat penipuan AI ini masih panjang. Dan di tengah semua itu, harapan satu-satunya adalah: agar mimpi anak muda Indonesia tidak lagi direnggut oleh ilusi digital yang mematikan.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(mo)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar