
Teknologi.id - Teknologi kecerdasan buatan (AI) bukan lagi sekadar alat bantu, tapi kini mulai mengambil alih peran manusia di berbagai sektor kerja. Sam Altman, CEO OpenAI sekaligus sosok di balik ChatGPT, memperingatkan bahwa beberapa jenis pekerjaan—terutama customer support—berpotensi sepenuhnya hilang dalam waktu dekat akibat kemajuan teknologi AI.
“Beberapa area saya pikir benar-benar hilang,” ujar Altman dalam konferensi Capital Framework for Large Banks di Washington.
Pernyataan ini bukan sekadar prediksi futuristik. Altman mencontohkan bahwa saat ini, AI sudah mampu menjawab pertanyaan pelanggan dengan kecepatan, akurasi, dan efisiensi yang jauh melampaui agen manusia. Bahkan, chatbot kini telah menggantikan peran manusia dalam menyelesaikan transaksi, memproses keluhan, hingga menjawab pertanyaan dasar.
“Ia seperti orang yang sangat cerdas dan cakap. Ia tak membuat kesalahan. Ia sangat cepat,” kata Altman menekankan keunggulan AI.
Baca juga: Waspada HP Palsu! Ribuan Smartphone Ilegal Ditemukan di Jakarta, Ini Ciri-Cirinya
Pekerjaan yang Terancam dan Pergeseran Nilai di Dunia Kerja
Perubahan ini membawa disrupsi besar-besaran yang tidak hanya memengaruhi perusahaan, tapi juga masyarakat. Customer support, yang selama ini menjadi pintu masuk banyak pekerja muda, menjadi sektor yang paling rentan digantikan AI. Menurut laporan McKinsey Global Institute, sekitar 15% pekerjaan di Asia Tenggara—terutama di sektor layanan, administrasi, dan manufaktur ringan—berisiko tinggi terdampak otomatisasi dalam satu dekade ke depan.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, hal ini merupakan tantangan serius dalam menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan. Nilai-nilai seperti empati dan intuisi kini mulai digeser oleh kecepatan dan presisi mesin.
Apakah Manusia Masih Dibutuhkan?
Meski AI semakin pintar, Sam Altman menegaskan bahwa manusia tetap memiliki peran penting. Di bidang kesehatan, misalnya, meskipun ChatGPT bisa memberikan diagnosis lebih akurat dari sebagian dokter, banyak orang masih memilih berkonsultasi langsung dengan tenaga medis manusia.
“Saya tidak ingin mempercayakan nasib medis saya sepenuhnya kepada ChatGPT,” kata Altman.
Artinya, AI unggul dalam analisis, tapi kepercayaan, hubungan manusia, dan intuisi tetap tak tergantikan.
Skill Baru yang Dibutuhkan di Era AI
Masuknya AI ke dunia kerja bukan berarti manusia tak lagi berguna. Justru kini muncul permintaan tinggi akan keterampilan yang tak bisa digantikan mesin seperti:
-
Kreativitas
-
Empati
-
Negosiasi
-
Pengambilan keputusan kompleks
-
Pemahaman budaya dan konteks sosial
Pendidikan pun harus berubah. Literasi digital, etika teknologi, dan berpikir kritis harus menjadi bagian utama dalam sistem pembelajaran, agar generasi mendatang siap menghadapi perubahan.
Risiko Nyata AI: Dari Penipuan Digital hingga Ancaman Keamanan
Altman juga mengingatkan tentang sisi gelap AI. Teknologi ini berpotensi digunakan oleh negara musuh untuk menyerang sistem keuangan atau menciptakan penipuan digital melalui manipulasi suara dan identitas.
Inilah alasan mengapa regulasi dan etika teknologi menjadi sangat penting. Masyarakat tidak cukup hanya melek teknologi, tetapi juga harus paham konsekuensinya terhadap kehidupan sehari-hari.
Baca juga: ChatGPT Agent, Asisten Digital Baru yang Bisa Bikin PPT dan Kirim E-mail Sendiri
Kesimpulan: AI Tak Menggantikan Manusia, Tapi Mengubah Segalanya
Transformasi ini bukan soal menggantikan manusia, melainkan mengubah cara manusia bekerja dan berpikir. Adaptasi bukan pilihan, melainkan kebutuhan. Manusia perlu naik kelas: dari sekadar pelaksana menjadi pengelola, pengarah, dan pengawas sistem AI.
Dunia kerja sedang menulis ulang definisinya. Siapkah Anda jadi bagian dari babak baru ini?
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ipeps)
Tinggalkan Komentar