Transfer Data Indonesia-AS: Hanya Komersial, Bukan Data Pribadi

Farrah Nur Fadhilah . July 24, 2025
Foto: Kabar Palu


Teknologi.id - Isu mengenai pertukaran data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) tengah menjadi sorotan publik. Banyak yang bertanya-tanya, apakah data pribadi warga Indonesia benar-benar aman? Apakah data strategis milik negara juga ikut ditransfer?

Pemerintah Indonesia akhirnya memberikan klarifikasi tegas: bukan data pribadi yang ditransfer ke AS, melainkan data yang bersifat komersial saja. Dalam perjanjian kerja sama dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat, pemerintah menegaskan bahwa bentuk data yang boleh ditransfer adalah data non-personal, atau data komersial. Jadi, informasi seperti nama lengkap, nomor telepon, hingga riwayat kesehatan masyarakat tetap dijaga dan tidak termasuk dalam kesepakatan tersebut.

Penjelasan Pemerintah: Data yang Ditukar Bersifat Komersial

Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menjelaskan bahwa dalam dokumen Joint Statement tentang Kerangka Perjanjian Perdagangan AS-Indonesia, yang disepakati adalah data-data yang sifatnya komersial.

“Transfer data yang diberikan kepada Amerika maupun mitra lainnya terfokus pada data-data komersial, bukan data personal atau data strategis,” ujar Haryo dalam pernyataan resminya di Jakarta (23/7).

Menurut Haryo, contoh data komersial mencakup pengolahan data penjualan suatu produk di wilayah tertentu, data riset pasar, atau hasil analisis perilaku konsumen oleh perusahaan. Data seperti ini memang sering dipakai untuk kepentingan bisnis, termasuk oleh perusahaan e-commerce, industri keuangan, dan sektor manufaktur.

Sebaliknya, data pribadi seperti identitas, usia, atau data kesehatan tidak termasuk dalam kategori data yang boleh ditransfer ke luar negeri tanpa persetujuan dan perlindungan hukum yang jelas.

Peran Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)

Mengenai implementasi teknis transfer data ini, pemerintah menyerahkan pengaturannya kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Kementerian ini akan bertugas untuk merancang aturan pelaksanaan, termasuk pengawasan teknis dan batasan apa saja yang berlaku terkait perpindahan data ke luar negeri.

Haryo menegaskan, Komdigi adalah “leading ministry” untuk isu ini, termasuk memastikan bahwa data-data yang dikirim tidak melanggar undang-undang yang berlaku, khususnya UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Meutya Hafid: Tidak Sembarangan Transfer Data

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, juga angkat bicara. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak serta-merta mengizinkan transfer data ke luar negeri, terutama ke AS, tanpa mekanisme perlindungan.

“Pemerintah memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan. Semua proses dilakukan dalam kerangka tata kelola data yang aman dan dapat diandalkan,” kata Meutya dalam pernyataan resminya, Kamis (24/7).

Dengan tata kelola data yang transparan dan akuntabel, Indonesia ingin tetap berada dalam arus utama ekonomi digital global. Namun, kedaulatan negara tetap dijaga, terutama dalam penegakan hukum dan pengawasan atas perlindungan data pribadi.

Baca Juga: Komdigi Ajukan Tambahan Anggaran Rp 12,6 Triliun untuk 2026, Ini Alasannya

Peraturan yang Sudah Berlaku

Pemerintah sebenarnya telah memiliki sejumlah regulasi yang menjadi dasar hukum dalam perlindungan data:

1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).

  • Dalam peraturan ini, data sektor publik wajib disimpan di server yang berlokasi di Indonesia.

  • Sementara itu, data sektor swasta boleh disimpan di luar negeri, dengan pengecualian transaksi keuangan.

2. Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang resmi disahkan pada 2022 dan efektif berlaku mulai Oktober 2024.

  • UU ini mengadopsi prinsip-prinsip dari General Data Protection Regulation (GDPR) Eropa.

  • Namun, hingga kini, badan pelaksana pengawasan UU PDP belum sepenuhnya terbentuk, sehingga pelaksanaannya masih dalam tahap transisi.

Baca Juga: Menkomdigi Tegaskan Tak Ada Rencana Batasi WhatsApp Call & Video di Indonesia

Posisi Amerika Serikat dan Perlindungan Data

Berbeda dengan Indonesia dan Uni Eropa, hingga saat ini Amerika Serikat belum memiliki satu payung hukum nasional khusus yang mengatur perlindungan data pribadi. Perlindungan data di AS lebih bersifat sektoral, tergantung pada lembaga atau industri.

Namun, dalam dokumen resmi yang dirilis Gedung Putih terkait kerja sama tarif digital, pemerintah AS menyatakan akan mengakui Indonesia sebagai yurisdiksi yang memiliki perlindungan data yang memadai. Ini menjadi poin penting, karena menandakan adanya kesepakatan bilateral tentang standar pelindungan data lintas negara.

Apa Dampaknya bagi Masyarakat?

Pertanyaan yang paling sering muncul dari publik adalah: apakah data pribadi saya aman?

Jawabannya, menurut pernyataan pemerintah, ya. Karena data yang dipertukarkan dengan AS hanya terbatas pada data komersial, maka masyarakat tidak perlu khawatir soal kebocoran informasi pribadi.

Namun, perlu dicatat bahwa pengguna layanan digital juga harus tetap waspada dan sadar bahwa data yang mereka bagikan ke platform digital bisa saja digunakan untuk keperluan komersial, termasuk analitik bisnis. Maka dari itu, penting bagi setiap individu untuk memahami syarat dan ketentuan (terms and conditions) dari setiap platform yang digunakan.

Transparansi dan Koordinasi Lintas Kementerian

Koordinasi antar kementerian juga sedang berlangsung untuk menyelaraskan pelaksanaan kesepakatan. Menteri Meutya Hafid mengaku masih akan berdiskusi lebih lanjut dengan Menko Perekonomian.

“Saya akan berkoordinasi dulu dengan Menko Perekonomian, saya belum tahu persisnya, tapi nanti tentu akan ada pernyataan bersama,” ungkap Meutya.

Hal ini menunjukkan bahwa proses negosiasi dan finalisasi belum selesai sepenuhnya, dan masih akan ada pembahasan lebih dalam untuk memastikan bahwa semua aspek perlindungan data berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Baca Juga: Menkomdigi Meutya Hafid Buka Suara soal Transfer Data Pribadi Indonesia ke AS

Pernyataan dari Kantor Staf Presiden

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga menyampaikan bahwa pemerintah tidak sedang membuka akses data pribadi kepada pihak asing.

“Yang ditukar adalah data komersial, bukan data warga. Ini bertujuan untuk pertukaran barang dan jasa yang membutuhkan keterbukaan informasi, tapi dalam koridor hukum yang jelas,” ujarnya.

Menurut Hasan, kerja sama data seperti ini juga dilakukan oleh Indonesia dengan negara-negara lain, seperti Uni Eropa. Jadi bukan hal baru, asalkan dilakukan secara transparan dan berdasarkan UU PDP yang mengikat.

Kerja sama digital antara Indonesia dan Amerika Serikat memang menimbulkan sejumlah pertanyaan, terutama soal data pribadi. Namun, pemerintah secara terbuka menegaskan bahwa bukan data pribadi yang ditransfer ke AS, melainkan data komersial yang dibutuhkan dalam perdagangan digital.

Dengan adanya UU PDP, PP PSTE, dan pengawasan dari Kementerian Komunikasi dan Digital, perlindungan terhadap data pribadi masyarakat Indonesia diharapkan tetap terjaga. Publik pun diimbau untuk tetap aktif dan cerdas dalam menjaga data pribadi mereka di ranah digital.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(fnf)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar